Minyak
goreng bagi masyarakat Indonesia adalah salah satu kebutuhan pokok atau merupakan salah
satu dari Sembako (sembilan bahan pokok) menurut keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan.
Dalam kehidupan sehari-hari minyak goreng dikonsumsi oleh hampir seluruh
masyarakat Indonesia baik yang berada di perkotaan maupun perdesaan. Minyak goreng digunakan untuk memasak
seperti: penumisan, penggorengan dalam jumlah yang sedikit maupun banyak.
Sebab minyak goreng dapat memberikan aroma yang sedap, cita rasa yang lebih lezat, gurih,
membuat makanan menjadi renyah atau crispy, serta penampilan yang lebih menarik
memberikan warna keemasan dan kecoklatan daripada makanan yang dikukus, direbus atau
dipanggang.
Buana
(2001) dalam Utama (2013) Minyak goreng atau disebut RBD (Refined, Bleached,
Deodorized) Olein merupakan salah satu hasil olahan kelapa sawit yang menjadi bahan
makanan pokok yang mendapat perhatian khusus dari pemerintah. Minyak goreng dikonsumsi oleh
seluruh lapisan masyarakat tanpa memandang status sosial, ekonomi dan politik.
Menurut surat Keputusan Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Nomor :
02240/B/SK/VII/1991 tentang pedoman persyaratan mutu serta label dan
periklanan makanan yang dimaksud minyak goreng (cooking oil) adalah minyak yang
diperoleh dari atau dengan cara memurnikan minyak nabati, dengan tujuan untuk
menghilangkan bahan-bahan logam, bau, asam lemak bebas dan zat-zat warna. Minyak goreng secara umum
terdiri dari dua kelompok, yakni minyak goreng hewani dan minyak goreng nabati. Minyak
nabati adalah yang paling banyak digunakan, terutama untuk menggoreng, karena
lebih mudah didapatkan. Minyak goreng nabati ini dapat dibuat dari berbagai
sumber seperti kelapa, kelapa sawit, dan kedelai. Di Indonesia minyak goreng nabati
yang paling sering digunakan adalah minyak goreng bahan baku kelapa
sawit. Selain karena Indonesia merupakan negara penghasil kelapa sawit, minyak ini
juga cukup ideal dari segi harga dan ketersediaan.
Minyak
goreng kelapa sawit terbagi dalam dua jenis, yaitu minyak goreng curah dan minyak goreng
kemasan yang bermerek. Minyak goreng curah dan minyak goreng kemasan yang bermerek merupakan
sama-sama hasil dari proses industri namun berbeda dari kualitas prosesnya. Untuk
minyak goreng kemasan yang bermerek penyaringannya dilakukan 3-4 kali,
sedangkan minyak goreng curah hanya dilakukan 1 kali penyaringan. Sehingga
jika dilihat dari warnanya sangat berbeda, minyak goreng kemasan yang bermerek
bewarna lebih jernih di bandingkan dengan minyak goreng curah yang berwarna
kuning keruh. Dilihat dari aspek kebersihan serta kualitas produk,
minyak goreng curah tidak sebaik minyak goreng kemasan yang bermerek.
Minyak goreng curah di distribusikan dalam drum-drum dengan wadah terbuka
sehingga membuat kebersihannya tidak terjamin. Sedangkan minyak goreng
kemasan yang bermerek lebih higenis, lebih sehat dan kemasan lebih layak.
Dari segi kandungan minyak goreng curah kadar lemaknya lebih tinggi dibandingkan
dengan minyak goreng kemasan yang bermerek. Selanjutnya diikuti dengan
harganya minyak goreng curah relatif lebih murah dari pada minyak goreng kemasan
yang bermerek.
Beredarnya
minyak goreng curah di pasaran serta berbagai macam produk minyak goreng kemasan yang
bermerek yang semakin gencar ditawarkan membuat konsumen memiliki banyak pilihan dalam melakukan
pembelian. Banyak faktor yang mempengaruhi keputusan konsumen dalam melakukan
pembelian suatu produk, sehingga perlu diketahui faktor-faktor apa
saja yang membuat konsumen
membeli dan mengkonsumsi produk minyak goreng
curah hingga saat ini, ditengah semakin banyaknya para pesaing dalam menyusun
strategi pemasaran yang menekankan pada faktor-faktor tersebut.) Keputusan
pembelian dari konsumen sangat dipengaruhi oleh faktor kebudayaan, sosial, pribadi,
dan psikologis. Sebagian besar adalah faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan
oleh pemasar. Jadi, semakin banyak pengetahuan pemasar tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku pembelian konsumen, semakin besar kemampuan mereka
untuk mendesain penawaran produk dan jasa yang menarik, serta
mengenali dan menargetkan segmen-segmen pasar yang berarti.
Pentingnya
penelitian konsumen untuk mengetahui sejauh mana kebutuhan konsumen dan juga bagaimana
tanggapannya akan produk yang dikonsumsinya yang berarti berhubungan dengan kepuasan
konsumen serta penelitian dapat berfungsi sebagai basis untuk pendidikan dan
perlindungan konsumen, dan melengkapi informasi yang penting untuk keputusan
kebijakan umum. Menurut Sumarwan (2011:8) pemahaman yang baik mengenai
perilaku konsumen akan menjadikan konsumen memiliki informasi yang lebih baik
mengenai dirinya, sehingga dapat mengendalikan perilakunya agar dapat
menjadikan konsumen yang bijak dan melindungi dirinya dari praktik-praktik
bisnis yang merugikan mereka. Selain itu penelitian konsumen ini dapat membantu
produsen dalam memahami konsumen untuk mengambil keputusan yang lebih baik.
Untuk bersaing di pasaran produsen dapat memperbaiki kualitas dari produk yang
ditawarkan sehingga dapat menarik perhatian konsumen baru dan mempertahankan
konsumen yang sudah ada.
Minyak goreng dikonsumsi hampir seluruh
masyarakat, baik itu ditingkat rumah tangga maupun industri makanan. Fungsi
minyak goreng di kedua tingkat konsumen pada umumnya bukan sebagai bahan
baku namun hanya sebagai bahan pembantu. Fungsi minyak goreng sangat
penting dalam menciptakan aroma, rasa, warna, daya simpan dan dalam beberapa hal
juga dapat sebagai alat peningkat nilai gizi. Berdasarkan
informasi yang didapatkan dari salah satu distributor besar minyak goreng
curah PT. Mustika Jaya Selaras yang beralamat di Jalan Kampung Nias 3 No.8 Kota
Padang dengan Nomor Izin Usaha 2.1.4.732763 menyebutkan bahwa penjualan
minyak goreng curah perharinya ± 10 ton, dan dalam satu minggu minyak goreng
curah terjual ± 40 ton. Berdasarkan informasi di atas maka dapat kita lihat bahwa
minat konsumen dalam membeli minyak goreng curah masih ada. Tahun 2015
pemerintah telah melarang atas penjualan minyak goreng curah sesuai dengan
Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 80/MDAG/PER/10/2014 (Lampiran
3) karena hanya dengan dilakukan satu kali penyaringan kadar
lemaknya lebih tinggi.
Kebersihan minyak goreng curah pun
juga tidak
bisa menjamin kesehatan bagi konsumen karena minyak ini di distribusikan
dalam drum-drum dengan wadah terbuka. Meskipun dengan dikeluarkannya peraturan
baru oleh pemerintah tentang larangan menjual minyak goreng curah di
pasaran, namun minat konsumen terhadap minyak goreng curah masih ada.
Padahal dari segi kualitas dan kebersihan minyak goreng
curah tidak sebaik minyak goreng kemasan yang bermerek sehingga membuat peneliti
tertarik untuk meneliti perilaku konsumen minyak goreng curah ini.
Berdasarkan informasi yang didapatkan dari
Badan Pusat Statistik, rata-rata harga minyak goreng pada tahun 2014
menunjukkan bahwa rata-rata harga minyak goreng curah lebih
rendah dibandingkan dengan berbagai macam harga minyak goreng kemasan
yang bermerek lainnya. Rata-rata harga minyak goreng curah pada tahun 2014 adalah
Rp. 11.405/Kg, sedangkan rata-rata harga minyak goreng kemasan bermerek
adalah Bimoli Rp.16.766/Kg,Tropical Rp.16.670/Kg, Sania
Rp.16.301/Kg,
dan Sari Murni Rp.15.295/Kg.
Perkembangan
harga minyak mentah Indonesia di pasar internasional atau Indonesian Crude Oil Price
(ICP) adalah salah satu factor yang berpengaruh cukup besar terhadap perubahan
APBN baik dari sisi pendapatan negara maupun belanja negara. Pada sisi
pendapatan negara, perubahan harga minyak mentah mempengaruhi penerimaan SDA migas dan
PPh migas maupun lainnya yang berasal dari penjualan minyak mentah DMO (Domestic
Market Obligation). Pada sisi belanja negara, perubahan harga minyak mentah
mempengaruhi besaran subsidi BBM dan subsidi listrik serta dana bagi hasil.
Subsidi
BBM sangat terpengaruh oleh perubahan harga minyak mentah
Indonesia karena sebagian besar biaya produksi BBM dari operator subsidi BBM
merupakan biaya untuk pengadaan minyak mentah. Selain subsidi BBM perubahan harga minyak mentah
juga akan mempengaruhi perubahan beban subsidi listrik. Hal ini dikarenakan
sebagian pembangkit listrik milik PLN masih menggunakan BBM dimana harga beli BBM
oleh PT PLN merupakan BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN – SETJEN
DPR RIDampak Kenaikan Harga Minyak Terhadap
APBN serta Solusi Kebijakan Bagian Analisa Anggaran Pendapatan
Negara dan Belanja Negara 7 harga BBM non subsidi . Karena itu, setiap perubahan
harga minyak mentah sangat sensitif terhadap perubahan Biaya Pokok Produksi (BPP)
listrik.
Apabila
tarif dasar listrik (TDL) ditetapkan tidak berubah maka beban
subsidi listrik yang merupakan selisih TDL dengan BPP akan mengalami perubahan searah
dengan perubahan harga minyak mentah. Perubahan harga minyak mentah yang menyebabkan
perubahan pada penerimaan SDA migas akan mempengaruhi besaran alokasi belanja
daerah yaitu dana bagi hasil penerimaan pertambangan minyak bumi dan gas
alam.
Sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangan di bidang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah, dana bagi hasil disalurkan berdasarkan realisasi penerimaan tahun berjalan.
Jadi, setiap perubahan pada penerimaan SDA migas akibat perubahan harga minyak
mentah maka alokasi dana bagi hasil juga berubah. Selanjutnya, sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang menyebutkan bahwa DAU merupakan persentase dari pendapatan
dalam negeri neto yang ditetapkan dalam APBN, maka setiap perubahan pad,
penerimaan negara dari sektor migas baik PPh migas maupun PNBP SDA migas,
dana bagi hasil dalam penyusunan APBN, secara otomatis akan menyebabkan
perubahan pada besaran DAU.
Hal ini
agak berbeda dengan penyusunan APBN perubahan dimana perubahan asumsi ICP yang
berpengaruh terhadap perubahan penerimaan negara dari sektor migas tidak mempengaruhi besaran DAU
mengingat besaran DAU dan alokasinya kepada masing-masing daerah telah
ditetapkan dalam Peraturan Presiden mengenai penetapan alokasi DAU untuk Provinsi
dan Kabupaten/Kota
Penulis :
Ade Anggi Putri (mahasiswa Prodi Hukum Ekonomi Syariah Universitas
Muhammadiyah Purwokerto)