Membahas tentang system pendidikan memang tidak ada habisnya, karena memang pendidikan itu sendiri mencakup banyak hal yang akhirnya akan membentuk satu system pendidikan yang dikenal sekarang ini. Di Indonesia, system pendidikan sudah berlangsung sejak lama, bahkan sebelum Negara ini lahir sebenarnya sudah ada system pendidikan yang dibuat baik oleh Pemerintah Negara Hindia Belanda maupun oleh masyarakat pribumi.
Namun
sebelum Indonesia merdeka, ketidakmerataan pendidikan sangat terlihat jelas,
dimana pendidikan yang dibuat oleh pemerintah hindia Belanda hanya
diperuntukkan bagi anak-anak belanda dan pejabat pribumi, sedang untuk
masyarakat menengah ke bawah tidak akan dapat merasakan pendidikan tersebut.
Untungnya pada saat itu ada pula sekolah kegamaan seperti pesantren maupun
pendidikan agama hindu, Buddha dan Kristen beberapa tempat yang membuat banyak
anak-anak mampu merasakan pendidikan sekalipun hanya terfokus pada agama yang
dianutnya saja. Setelah sekolah rintisan KH. Ahmad Dahlan, yaitu Madrasah
Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah (MIDI) di ruang tamu rumah beliau pada tanggal 1
Desember 1911 yang dikenal juga sebagai “sekolah agama modern” pertama yang
menggabungkan pendidikan agama dan pendidikan umum, maka muncul pula
sekolah-sekolah lain yang “mengadopsi” system sekolah agama modern ini.
Lalu
setelah Indonesia merdeka, Sistem pendidikan di Indonesia sudah mengalami
beberapa kali pergantian kurikulum yang menyesuaikan dengan perkembangan zaman
masing-masing,utamanya setelah masuk Milenium baru, namun banyak pakar
pendidikan yang mengatakan bahwa pergantian kurikulum pendidikan yang berganti
setiap bergantinya menteri pendidikan adalah suatu pemborosan dana APBN dan
kesia-siaan belaka. Karenanya nyatanya dari satu kurikulum menuju kurikulum
baru tidak terdapat banyak perubahan dalam materi, kebanyakan hanya perubahan
masalah teknis yang sebenarnya bisa sja dirubah dengan membuat kebijakan
Menteri Pendidikan tanpa harus mengganti kurikulum lama dengan kurikulum baru.
Sebaga
contoh,kurikulum pendidikan tahun 2004 atau dikenal dengan kurikulu berbasis
Kompetensi yang kemudian diganti dengan kurikulum tahun 2006 atau disebut
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dimana inti dari kurikulum keduanya tidak
terlalu berbeda, tentunya hal ini mempersulit guru-guru yang mana baru saja
dilatih dengan kurikulum satu harus dipaksa berlatih lagi dengan kurikulum
baru. Juga kurikulum terbaru yaitu kurikulum Merdeka Belajar untuk tahun 2022
yang mana sebenarnya isinya tidak jauh berbeda dengan kurikulum sebelumnya di
tahun 2013.
Permasalahan
lain yang sering dihadapi dunia pendidikan adalah lemahnya proses pembelajaran.
Dalam proses kegiatan belajar mengajar, siswa lebih banyak belajar secara
teori. Pembelajaran di kelas lebih diarahkan pada kemampuan anak untuk memahami
materi pelajaran. Sedangkan teori yang di pelajari siswa kurang adanya
penerapan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini menyebabkan siswa kurang
mengerti lebih dalam dari materi suatu pelajaran. Dalam kegiatan belajar
mengajar, kehadiran guru diharapkan dapat mengembangkan potensi dan kreativitas
siswa. Sehingga siswa dapat mempunyai pengetahuan tidak hanya teori, namun bisa
mempraktekannya guna untuk masa yang akan datang dalam perkembangan zaman.
Maka, sehubungan
dengan system pendidikan tadii tentunya kita membutuhkan support system untuk
bisa lebih mengoptimalkan pembelajaran yang disebut denngan media. Media
pembelajaran sendiri merupakan unsur
yang penting dalam proses pembelajaran. Media pembelajaran merupakan sumber
belajar yang dapat membantu guru dalam memperkaya wawasan siswa, dengan
berbagai jenis media pembelajaran oleh guru maka dapat menjadi bahan dalam
memberikan ilmu pengetahuan kepada siswa.
Pemakaian media
pembelajaran dapat menumbuhkan minat siswa untuk belajar hal baru dalam materi
pembelajaran yang disampaikan oleh guru sehingga dapat dengan mudah dipahami.
Media pembelajaran yang menarik bagi siswa dapat menjadi rangsangan bagi siswa
dalam proses pembelajaran. Pengelolaan alat bantu pembelajaran sangat
dibutuhkan dalam lembaga pendidikan formal. Media pembelajaran dapat digunakan
sebagai alat bantu dalam kegiatan belajar mengajar. Sebagai guru harus dapat
memilih media pembelajaran yang sesuai dan cocok untuk digunakan sehingga
tercapai tujuan pengajaran yang telah ditetapkan oleh sekolah.
Dewasa
ini, media pembelajaran sudah tidak terbatas hanya pada buku cetak ataupun
Lembar Kerja Siswa (LKS) seperti pada awal tahun 2000an, namun sudah masuk pada
era digitalisasi semua lini kehidupan, termasuk buku yang menjadi media utama
pembelajaran di lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia, bahkan dunia. Maka
dalam hal ini, guru sebagai pendidik diharuskan bisa mengikuti perkembangan
zaman demi terwujudnya tujuan pendidikan yaitu tercapainya kompetensi dasar
yang ditentukan pada masing-masing jenjang pendidikan. Karena di zaman ini buku
sudah banyak tergantikan dengan jurnal-jurnal online dan juga banyak buku-buku
yang digitalisasi yang membuat orang semakin mudah mengaksesnya.
Para
siswa hanya perlu mempunyai gadget, kuota dan sinyal untuk bisa mengakses
ribuan materi dari berbagai platform yang disediakan, juga dengan berbagai
sumber yang tentu hal ini mempunyai dua mata sisi yang berlawanan, yaitu bisa
bersifat baik maupun bersifat buruk bagi siswa. Sisi baiknya adalah siswa dapa
berpengetahuan luas dengan banyaknya pilihan yang ada dan tentu akan menambah
luas wawasannya, namun di sisi lain, karena tidak adanya filter yang jelas,
bisa jadi rujukan yang dipakai tidak sesuai dengan apa yang seharusnya siswa
tahu, karena saat ini banyak sekali tulisan-tulisan maupun jurnal-jurnal
illegal yang dapat diakses oleh siapa saja.
Sisi
buruk dengan adannya ini juga dapat dilihat dari banyak siswa yang akhirnya
tergoda untuk membuka platform lain selain untuk belaja, karenakecanggihan
gadget yang memudahkan siswa untuk membuka berbagai macam aplikasi dalam satu
waktu dan tentu hal ini akan membuat siswa menjadi malas belajar dan malah
lebih tergoda untuk melakukan hal lain seperti chatting atau bermain game
online di gadgetnya.
Disaat
seperti inilah peran guru mauoun orang tua sangat diperlukan untuk melakukan
pengarahan terhadap siswa agar apa yang dilihat, dibaca dan dikenal oleh siswa
adalah hal-hal baik, bukan sebaliknya. Para guru bisa memodifikasi pelajaran
dengan media yang ada agar siswa tidak bosan pada pelajaran, dan orangtua juga
seharusnya lebh memperhatikan anak-anaknya ketika sedang bermain gadget, jangan
sampai yang dibuka malah platform yang tidak mendukung pembelajaran di
sekolahnya.
Sekali
lagi walau sudah membahas sampai ke era 4.0, jangan lupakan bahwasannya
ketidakmerataan pendidikan di Indonesia itu masih terpampang nyata didepan
mata, walau karena pandemic dua tahun terkakhir menjadikan platform
pembelajaran berbasis online kian marak, nyatanya di berbagai penjuru negri
masih banyak siswa yang jangankan memiliki gadget untuk belajar, untuk makan
saja mereka terbatas, jangankan memikirkan platform apa yang akan digunakan
untuk belajar mengajar, bahkan sinyal di daerahnya saja tidak ada. Dan ini
tentu adalah masalah besar lain yang harus diperhatikan oleh pemerintah, baik
pusat maupu daerah. Karena hal ini akan
berdampak sangat fatal apabila tidak kunjung menemukan solusinya.
Angka
putus sekolah di berbagai pelosok juga tantangan lain ditengah jayanya industri
digitalisasi dunia pendidikan. Anak-anak terancam putus sekolah karena factor
ekonomi bukanlah barang tabu di beberapa daerah bahkan sudah dianggp lumrah, lalu
akan seperti apa wajah Indonesia 10 atau 15 tahun kedepan bila generasi mudanya
tidak banyak yang mengenyam pendidikan? Kalaupun ada banyak yang masih belum
tersentuh kemajuan teknologi?
Indonesia
menggaungkan generasi emas di tahun 2045, namun degan berbagai masalah yang
ditulis diatas, belum masalah lain yang tidak dimasukkan, apakah hal itu dapat
terjadi? Sekalipun tidak pesimis seratus persen, namun jika
permasalahan-permasalahn tersebut tidak kunjung diselesaikan bukannya tidak
mungkin bahwa rencana Indonesia generasi emas tahun 2045 bisa jadi hanya
angan-angan semata.
Akhir
kata, sejujurnya tidak ada system buatan manusia yang sempurna, semua hanya
masalah baik dan buruk jika dilihat dari sisi yang mana, sebagai rakyat
tentunya kita berharap system pendidikan di Indonesia bisa erubah kea rah yang
lebih baik, sebagai mahasiswa tentunya kita memiliki banyak akses untuk bisa
menyuarakan suara kita untuk kemajuan Indonesia ke arah yang lebih maju. Dan
tentu semuanya tidak akan tercaoai jika tidak dibarengi dengan doa kepada Allah
SWT sebagai sang pencipta, sebagaimana juga tertuang dalam pembukaan UUD bahwa
semuanya adalah atas berkah rahmat Allah SWT yang Maha Esa.
Penulis
: Fikri Maulyda (Mahasiswa Program Pendidikan Agama Islam UMP)