Ada
dua metode untuk melakukan evaluasi diagnostik: evaluasi non-kognitif dan
evaluasi kognitif. Kemdikbud menegaskan bahwa Asesmen Diagnosis merupakan
asesmen yang dilaksanakan dengan spesifik bertujuan untuk mengetahui
kompetensi, kelebihan, kekurangan anak didik hingga akhirnya pembelajaran bisa di
rencanakan melalui kompetensi dan
kondisi siswa.
Dari pengertian tersebut saya dapat
mengartikan bahwasannya tujuan pelaksanaan asesmen diagnostik merupakan
“tameng” tolak ukur untuk mengetahui ketidaksesuaian konsep pembelajaran yang
dikuasai peserta didik dan dapat memperlambat cara berpikirnya atau susah
memahami materi yang disampaikan guru, bersamaan dengan ketidakseimbangan
antara harapan-harapan yang ingin diraih peserta didik yang bertepatan di
tingkatan pembelajaran. Dalam hal ini, asesmen menjadi pedoman untuk pendidik,
guna mendapatkan cara efektif dalam aktivitas belajar. Begitupula dalam
pengertian pedagogisnya ialah mengetahui bagaimana mendapati pembelajaran yang
banyak makna yang diharapkan Pendidikan dapat berkembang sebagaimana mestinya.
Seperti halnya asesmen diagnostik yang diterapkan pendidik dan peserta didik
disetiap harinya.
Siapa
yang melaksanakan proses asesmen diagnostic tersebut ?
Asesmen
diagnostic bahwasannya tidak hanya dilakukan oleh guru BK dan wali kelas saja.
melainkan kegiatan asesmen diagnostic ini juga dilaksanakan oleh seluruh guru
termasuk guru mata pelajaran. Sedangkan kepala sekolah sebagai pemimpin di
sekolah dalam program asesmen diagnostic
ini bertanggung jawab memastikan asesmen dapat terlaksana dengan baik diseluruh
kelas pada awal minggu dan secara teratur pada awal proses pembelajaran.
Perekayasa Ahli Pertama Pusat Asesmen Pendidikan, Kemendikbudristek, Gede Cahya
Praadana menguraikan bahwasannya, percobaan asesmen diagnostic tersebut dapat dilaksanakan dengan
aplikasi AKM Kelas, dapat mengunduh aplikasi tersebut dengan klik link berikut
ini :
https://pusmenjar.kemdikbud.go.id/akmkelas/post/download/android
Menurut
Gede Cahya, “AKM Kelas merupakan aplikasi penunjang asesmen diagnostic”.
Menurutnya, aplikasi tersebut ialah perhitungan atau alat ukur untuk mengerti
Kekurangan murid dalam penguasaan materi atau Kompetensi laiinya beserta
alasannya. Kemudian hasil asesmen diagnosis, bisa diterapkan sebagai dasar
tujuan untuk menunjukan tindak lanjut yaitu Tindakan (intervensi) yang akurat
sesuai kelemahan atau kekurangan murid. Kelanjutan dari asesmen diagnostic
tersebut menyesuaikan dengan penilaian yang terjadi pada aspek asesmen. Hasil
dari tindak lanjut proses belajarnya menggambarkan perbuatan yang sesuai dengan
keadaan setiap peserta didik, yaitu kebebasan belajar dan dapat menyesuaikan diri.
Tes
asesmen diagnostic mengandung nilai karakteristik yakni terdapat variabilitas
yang lemah dan fleksibilitas dalam watu pengerjaannya, disertai rancangan tindak lanjut dan
interpretasi. Soal-soal yang disediakan
dapat berupa respon belajar dengan
alasan. Dalam hal ini menelaahi sulit belajar peserta didik dan bukanlah
tujuan menilai peserta didik “Tidak Lulus” ataupun “Lulus” melaiankan
menganalisis penyebab kesulitan atau kesalahan peserta didik dan juga
ketidakjujuran peserta didik menunjukan hasil diagnostis serta interpretasinya.
Menurut Gede Cahya, “Manfaat tes diagnostic ialah mengetahui hambatan atau masalah
sulit belajar yang dirasakan siswa. Namun tidak sampai situ saja, akan tetapi
asesmen diagnostic juga bisa membantu
pengajar dalam perencanaan pembelajaran yang efektif dan efisensi. Begitupun
dapat mengetahui informasi lengkap mengenai peserta didik akan (kesulitan atau
hambatan proses belajarnya serta kelebihan) dan meringankan dalam membantu
perancangan baseline untuk asesmen pembelajaran kedepannya.”
Implementasi
asesmen diagnostik, biasanya banyak asumsi yang membatasi terlaksananya asemen.
Bahwasannya asesmen tersebut hanya berlangsung di awal-awal pembelajaran saja,
pasalnya fleksibilitas dalam mencakup jangkanya sangat penting dan dimungkinkan
tidak dengan waktu yang singkat. Asesmen diagnostik cakupannya beragam bentuk
mulai dari quiz pendek pada awal materi pelajaran contohnya quiz akar pangkat
untuk mengetahui berapa soal yang sekiranya akan diberikan dalam PR kedepannya,
sampai menganalisa bagaimana peserta didik cara menjawabnya dalam mata pelajaran
matematika topik akar kuadrat dengan tujuan menganalisa untuk dapat menemukan
konsep belajar yang tepat untuk menekankan dalam proses ajar lintas tahun
ajaran.
Berikut
contoh penerapan asesmen diagnostik :
Ibu
guru akan mendiagnosis mata pelajaran matematika dikelas 4 dengan jumlah peserta
didik yang diuji sebanyak 5 anak, sesuai acuan kompetensi dasar menurut
kemendikbud. Selanjutnya, ibu guru menyediakan soal sebanyak 10 soal latihan
asesmen awal dalam materi pelajaran matematika. Materi yang diberikan merupakan
pembagian, penjumlahan dan pengurangan, perkalian serta akar pangkat. Kemudian
ibu guru memilih materi uji sesuai materi tersebut yang terdapat dari 2 soal
semester 2 kelas 4, 6 soal semester 1 & 2 kelas 3, 2 soal semester 1 kelas
2. Kemudian seusai peserta didik kelas 5 tersebut menyelesaikan soal
matematika, ibu guru dapat melaksanakan diagnosis hasil asesmen latihan siswa
dan hasil dari jawaban yang didapat dimasukakan ke dalam table yang di sudah
disiapkan.
Peserta
didik yang mampu menjawab benar mendapatkan point satu dan yang salah
mendapatkan angka point nol (0). Setelah penilaian dari masing-masing peserta
didik, ibu guru melaksanakan perhitungan rata-rata kelas. Maka, jika perolehan
akhirnya menunjukan rata-rata kelas 4 adalah 6, artinya perolehan rata-rata
tersebut menunjukan bahwasannya kompetensi dasar peserta didiknya dalam mata pelajaran berada ditingkatan kelas 3.
Yaitu mengartikan satu level dibawah kompetensi dasar kelas 4.
Sesuai
perolehan rata-rata tersebut ibu guru dianjurkan untuk membagi peserta didiknya
menjadi tiga tim dan disesuaikan pengajarannya dikelas dengan kompetensi hasil
rata-rata peserta didik. Peserta didik dengan perolehan rata-rata yang sudah
dihasilkan tadi dapat diampu oleh ibu guru kelas 4 sendiri, kemudian peserta
didik yang satu semester dibawah perolehan rata-rata diharapkan mendapati pelajaran matematika tambahan oleh guru
pengampu kelas 4 tersebut, dan peserta didik yang berada 2 semester dibawah
perolehan rata-rata sangat dianjurkan untuk dititipkan dan diajar oleh pengampu
materi kelas 3 atau dapat membuat kelompok belajar dengan pendampingan orang
tuan atau wali murid yang sekiranya berkenan yang sekiranya dapat mendukung
upaya belajar siswa.
Dalam
hal ini, disarankan agar guru mampu melaksanakan proses diagnosis sederhana
tersebut secara berkala setiap bulannya. Berdasarkan hasil asesmen, hal
tersebut sangatlah penting dan bermanfaat dalam pelaksanaan adaptasi peserta
didik terhadap materi pembelajaran yang sesuai dengan tingkat kemampuannya
peserta didik di kelas yang diajar. Bahwasannya asesmen diagnosis berkala
tersebut harus terlaksana disetiap kelas untuk seluruh tingkatan pendidikan.
Karena, asesmen diagnostik menjadi kesimpulan data utama dalam mengambil
keputusan berbagai tingkatan.
Ketika
ada tantangan yang diakui untuk belajar dan mencapai hasil pendidikan terbaik,
siswa dikatakan mengalami kesulitan belajar. Memahami pembelajaran adalah ide
yang cukup luas.diantaranya: learning disorder, learning disabilietas, learning
disfunctiono. Kesulitan belajar yang seringkali dialami peserta didik,
diketahui dengan faktor pengaruh dalam proses belajarnya dan hasil dari proses
belajar. Faktor intern (dalam diri peserta didik): 1. Perspektif terkait
pembelajaran 2. Motivasi belajar; 3. Fokus pembelajaran; 4. Pemahaman bahan
ajar 5. Keyakinan diri dan hasil akademik. Pengaruh luar (dari siswa): 1.
Kurikulum seluruh sekolah 2. pengaturan sekolah 3. Peraturan dan norma di
sekolah 4. Fasilitas sekolah 5. Guru pembimbing pilihan sekolah
Peserta
didik yang memiliki gejala susah belajar tersebut, harus segera ditindak
lanjuti dalam proses pembelajaran, salah satunya dengan cara asesmen diagnostik
karena apabila tidak segera ditindaklanjuti Pendidikan di Indosesia susah
berkembang dan maju.
Beberapa
tanda perilaku tantangan belajar meliputi: 1. Hasil belajar di bawah rata-rata 2.
Hasil dan usaha yang dilakukan sering tidak seimbang 3. Lambat pengerjaan dalam
tugas sekolah 4. Memiliki sikap manipulatif, acuh tak acuh, pembangkang 5. Suka
melanggar aturan sekolah: suka terlambat, membolos, tidak mengerjakan tugas
sekolah, menyontek, tidak fokus dalam proses belajar mengajar 5. Over emosi.
Lantas jika keadaan proses belajar di negara ini, terlaksana seperti itu
terus-menerus kapan anak bangsa siap menjadi “agent of change Indondesia”.
Langkah
diagnosis kesulitan belajar dalam pelaksanaan asesmen diagnostik, diantranya:
mengetahui kasus dan permasalahan serta faktor penyebab kesulitan belajar,
perkiraan tindakan yang dapat membantu memulihkan dan Menyusun rencana
alternative yang akan terlaksana. Prosedur pelaksanaannya, yaitu: a.
menganalisis masalah, kesulitan, letah dan penyebab kelemahannya; b. perlunya
Tindakan: menambah jam belajaran atau pengayaan materi; c. Evaluasi: mengetahui
hasil belajar remidial dengan harapan meningkat 75%. Namun, bila belum tercapai
dilperlukan asesmen diagnostic kembali sampai nilai diatas rata-rata.
Jadi,
kesimpulannya hubungan assessment diagnostik dengan diagnostic kesulitan
belajar bertujuan untuk siswa yang mengalami kesulitan belajar dapat dipulihkan
dan dikoreksi, guru agar terus mengontrol apa yang terjadi pada peserta didik
berdasarkan kegiatan belajar mengajar, yang apabila diketahui kendala dalam
belajar mengajar siswa segera dipecahkan permasalahannya begitupula secara
tidak langsung guru sitematis mengikuti perkembangan peserta didik.
Penulis
: Atika Nur Safitri ( Mahasiswa Prodi Pendidikan Agama Islam Universitas
Muhammadiyah Purwokerto )