Sistem
pendidikan Indonesia saat ini menghadapi permasalahan yang kompleks, salah
satunya adalah rendahnya kualitas tenaga kependidikan atau guru sebagai masalah
utama. Selain itu, kurangnya tunjangan sosial juga menjadi masalah bagi guru,
di era ini, guru adalah ujung tombak pendidikan, dan pendidikan adalah kunci
pembangunan nasional negara. Karena peran guru begitu penting, maka penting
untuk menghormati guru yang masih dianggap hilang, terutama guru yang diangkat
sebagai guru sukarela. Oleh karena itu, kesejahteraan semua guru harus menjadi
fokus pemerintah untuk mencapai keberhasilan pendidikan untuk semua.
Pendidikan
merupakan tolak ukur kemajuan peradaban suatu negara, namun jika ternyata
banyak permasalahan dalam pendidikan dan pemerintah masih kurang tertarik
dengan hal tersebut, maka akan timbul pertanyaan: apakah pendidikan nasional
lebih tinggi? peradaban tercapai atau
sebaliknya? Namun, menurut UNESCO,
Indonesia saat ini menempati urutan ke-60 dalam preferensi membaca. Ini adalah
bencana intelektual yang dihadapi negara, diperparah dengan rendahnya kualitas
pendidikan di Indonesia, ditambah dengan masih banyak sekolah dan fasilitas belajar yang tidak
memadai atau masih kurang menguntungkan. Informasi tentang honor guru
meresahkan. Tugas guru honorer juga semakin berat dalam konteks dilematis dan
penuh degradasi moral dewasa ini.
Adapun perubahan
roda kekuasaan juga menyebabkan perubahan Menteri Pendidikan, karena peraturan
dan kurikulum baru tahun ini, kondisi
pendidikan di Indonesia telah berubah kuat secara drastis. Di masa lalu, sistem
pendidikan konvensional menganggap bahwa ujian nasional adalah faktor penentu
kelulusan siswa dan dasar untuk
pendaftaran di universitas. Oho itu
tidak mudah sekarang ferguso. Memang
benar bahwa ujian nasional diperlukan untuk mendapatkan ijazah sekolah
menengah. Tetapi nilai UN yang baik tidak
menjamin keberhasilan masuk perguruan tinggi.
Sebagai
alternatif dari UN, pemerintah membuat ujian baru yang disebut UTBK, ujian
tertulis berbasis komputer. Tidak ada perbedaan antara ujian sebelumnya dan ujian saat ini. Yang
jelas, sebagai salah satu rencana pemerintah untuk membesarkan dan mencerdaskan
generasi bangsa, Kemendikbud menggunakan soal jenis HOTS, Higher Order Thinking
Skills. Singkatnya, ini tidak rumit untuk dijelaskan, ini adalah kombinasi dari
keterampilan pengetahuan yang berbeda dalam satu pertanyaan.
Bahkan
mengevaluasi UTBK jauh lebih rumit dari pada -2-0, oke saya jelaskan. Misalkan ada 5 orang
dalam satu kelas. Jika semua siswa dapat mengerjakan soal nomor 4, skornya akan
sama. Tetapi jika hanya 3 orang yang
membuat 5, nilainya akan berbeda. Ini
adalah penjelasan sederhana menurut sistem umpan balik item.
Di sekolah
pasti banyak karakter guru , kan? Sekarang mari kita
bicara tentang karakter guru. Berbicara tentang karakter guru, beberapa di
antaranya menyenangkan untuk diceritakan. Namun, beberapa guru
masuk daftar hitam oleh siswa.
Daftar hitam di sini berarti guru yang membahayakan siswa nakal.
Guru
merupakan faktor pertama dalam
mewujudkan pendidikan nasional yang utuh.
Suatu hari, saya
membaca berita bahwa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan diretas, ketika para
anggota mengadakan pertemuan bulanan, staf TI mengumumkan bahwa komputer dan
data mereka telah diretas, mempengaruhi semua kegiatan oleh Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan. Budaya melumpuhkan. Negeri ini sangat menyenangkan.
Kembali ke
pembahasan utama. Pendidikan. Dari segi kurikulum dan metode pengajaran, hasil
sekolah di Indonesia berbeda dengan sekolah di luar negeri. Finlandia misalnya.
Tidak ada pekerjaan rumah atau ujian, jam pelajaran yang pendek, berpotensi
menjadikan Finlandia negara maju.
Indonesia? Sekolah tua, banyak pelajaran, banyak pekerjaan rumah, saya
masih betah sebagai negara berkembang.
Hal ini dikarenakan proses pembelajaran non partisipatif sehingga siswa tidak
kreatif dalam membangun pengetahuan dan mengungkapkan ide-idenya, oleh karena
itu supervisi pendidikan memiliki peran yang sangat penting untuk menciptakan
suasana belajar yang dapat mengembangkan potensi siswa.
Dikatakan bahwa
pemerintah telah mencoba, dengan memberlakukan kebijakan baru, untuk mengatasi
semua masalah ini. Tapi menurut saya, sistem sentralisasi kurang cocok diterapkan di Indonesia. Tidak lain hanyalah
perbedaan, suku, agama, ras, golongan, budaya, apa bedanya bagi semua orang di
Indonesia?
Menurut saya,
Indonesia perlu segera berubah menjadi lebih baik. Terutama dalam bidang
pendidikan. Seluruh sekolah, eh tidak, maksud saya kursus, harus memiliki
generasi yang unggul dan bermartabat. Bukankah itu motto setiap orang di sekolah yang berbeda?
Secara khusus, saya memberi Anda ultimatum. Jika Indonesia tidak mengubah
pendidikan dalam 6 bulan, maka suatu hari saya akan menghancurkan negara ini
dan memperbaikinya sendiri.
Sekarang kita
berbicara tentang ponsel atau ponsel. Di zaman yang sangat-sangat modern ini,
dimana handphone atau handphone alias flat devil, telah menjadi salah satu
penemu teknologi yang berguna bagi kehidupan manusia. Sama seperti uang memiliki dua sisi, teknologi memiliki dua
sisi. Ada kalanya sangat berguna untuk membantu kehidupan sehari-hari. Tapi itu
juga bisa digunakan sebagai penjahat.
Sekarang yang
ingin saya bicarakan adalah apa jadinya jika ponsel digunakan untuk membenahi
sistem pendidikan Indonesia yang kacau ini? Secara pribadi, saya tidak tahu.
Mungkin jika Anda bertanya kepada teman-teman lain, saya akan tercerahkan.
Setidaknya ada satu orang yang bisa saya percayai tentang ini.
Faktor dan
masalah yang menghambat perkembangan pendidikan di Indonesia, yaitu. Kesempatan
pendidikan yang sama rendah. Secara khusus, kepentingan pemerintah terhadap
pendidikan di kota dan di pedesaan sangat berbeda. Pemerintah lebih
memperhatikan pendidikan di perkotaan, yang menyebabkan ketimpangan kualitas
pendidikan di perkotaan dan perdesaan. Masalah kesejahteraan guru adalah salah
satu contohnya. Gaji guru desa menjadi lebih rendah dari gaji guru kota. Hal
ini membuat banyak guru lebih memilih bekerja di kota daripada di pedesaan.
Memang, kualitas guru kota lebih unggul dari guru desa. Selain masalah
kesejahteraan guru, ada sejumlah dukungan yang tidak proporsional untuk lembaga
pendidikan, antara lain. Maka tidak heran jika kualitas pendidikan di Indonesia
masih belum merata, dimana kualitas pendidikan di kota lebih baik daripada di
desa.
Solusinya adalah dengan mengubah sistem sosial
yang terkait dengan sistem pendidikan. Pemerintah perlu peka terhadap situasi
pendidikan masing-masing daerah dan mampu mengambil langkah-langkah khusus
untuk meningkatkan kualitas sesuai dengan kondisi masing-masing daerah. Tidak
hanya pemerintah, masyarakat juga harus bekerjasama dengan pemerintah untuk
dapat menciptakan persepsi bahwa pendidikan itu penting dan selalu dapat
memantau kegiatan pendidikan di Indonesia.
Apa pendapat
Anda tentang diskusi pendidikan di atas?
Saya pikir. Dengan 5 bulan pengalaman mengajar di
daerah terpencil, saya hanya tahu satu fakta. Agar orang Indonesia lebih
memahami pelajaran, jika tidak diberikan seperti biasa, semua siswa hanya
bermain alih-alih menerima materi, itu membuat saya pusing.
Adapun pendapat
saya yang lain, bahwa Indonesia sebagian besar berubah, dari apa yang saya
pelajari dari sosiologi, masyarakat belum mampu beradaptasi dengan perubahan
ini tetapi hal-hal tiba-tiba terjadi, perubahan baru. Fenomena ini disebut
kejutan budaya.
Menurut Kholfan
Zubair Taqo Sidqi. Konsep pendidikan kerakyatan yang diusung oleh pleh tan
malaka dengan mengedepankan kearifan lokal, membekali siswa dengan keterampilan
nyata untuk bermanfaat bagi bangsa. Selain itu, pendidikan dapat diakses oleh
semua lapisan masyarakat, seringkali merupakan tujuan mendasar dari negara
Indonesia. Pendidikan yang memandang sekolah sebagai pendidik, peserta didik juga
didorong tidak hanya melalui masalah pembelajaran yang sederhana tetapi juga
dengan mengembangkan aspek spiritualnya secara seimbang. Melalui pendidikan
kerakyatan, pendidik dan peserta didik dapat memanusiakan seluruh warga sekolah
serta saling bekerjasama untuk mewujudkan cita-cita kebangsaan dan meningkatkan
harkat dan martabat bangsa Indonesia.
Adapun
kejianyang dilakukan banyak pendidik yaitu bullying, bagaimana cara mengatasi
agar anak terhindar dari kasus Bullying yaitu dengan melakukan pembiasaan
positif, mulai dari siswa disekolah hingga siswa pulang dari sekolah, begitu
pula pada proses KBM guu harus selalu menanamkan sikap positif pada diri siswa,
seperti pembiasaan doa sebelum memulai dan mengakhirir pembelajaran, serta
penerapan Pendidikan karakter dalam pengintegrasian mata pelajaran guru
menanamkan sikap karakter dengan pengintregasian materi berupa penyampaian
butir-butir nilai Pancasila.
Kejadian
Bullying tersebut sangat menunjukan bahwa nilai-nilai moral sama sekali tidak
ada pada mereka yang kita ketahui sebagai siswa dan yang menjadi korban alah
temannya sendiri.
Dalam dunia
Pendidikan juga terdapat dunia kekerasan yang dilakukan guru kepada siswanya
maupun ortu kepada guru, bagaimana bisa guru yang kita kenal dengan sosok di
gugu dan dtiru justru sama sekali tidak dihargai bahkan berani melakukan
kekerasan pada guru tersebut? Akan tetapi balik lagi, pada zaman milenial ini
banyak sekali guru-guru yang mungkin melakukan kekerasan kecil, kurangnya
kesadaran orang tua terhadap dunia Pendidikan di Indonesia dalam perkembangan
zaman sekarang mulai menurun, terbukti dari banyaknya kasus dimana orang tua
melaporkan guru kepada pihak yang berkewajiban atas tuduhan kekerasan dalam
dunia Pendidikan.
Layaknya
Sebagian sebuah fenomena kejadian-kejadian tersebut merupakan sesuatu hal yang
sangat ubnormal bagi dunia Pendidikan yang seharusnya membentuk karakter moral
yang luhur
Miris sekali yah
dunia Pendidikan di negara Indonesia ini, lalu siapakah yang akan mengatasi hal
tersebut? Apakah pemerintah? Itu akan sia-sia, bukan, jadi siapa? Ya kita orang
tertindas, kalau bukan kita, siapkah kita
jika negara kita tidak pernah
maju? Kita tidak ingin tahu bagaimana nasib penerus masa depan jika kita tidak
mengatasi kebaikan negeri ini, jadi mari kita bersama-sama membangun Indonesia ini lebih maju dan berkembang di
masa depan. Semangat.
“Usaha tidak
akan mengkhianati hasil.”
Penulis : Rosalinda
Putri Andina (mahasiswa Prodi Pendidikan Agama Islam Universitas Muhammadiyah Purwokerto)