Dengan
adanya kenaikan harga BBM, Analis Makroekonomi Bank Danamon Indonesia Irman
Faiz memperkirakan, inflasi pada akhir tahun ini akan melejit. Bahkan,
peningkatan inflasi tidak akan berhenti sampai setidaknya paruh pertama tahun
2023.
“Akhir
tahun 2022 inflasi umum bisa ke 6,1% YoY. Kemudian inflasi aka terus meningkat
dan puncaknya pada kuartal II-2022, kami perkirakan inflasi bisa mencapai 7,4%
YoY,” tutur Faiz kepada Kontan.co.id, Sabtu (3/9). Tak hanya inflasi umum yang
melejit, Faiz pun memperkirakan inflasi inti atau inflasi secara fundamental
bisa terkerek. Menurut perkiraannya, inflasi inti pada tahun 2022 akan berada
di level 5% YoY.
Dengan
peningkatan inflasi inti ini, ia memperkirakan BI bakal lebih agresif dalam
meningkatkan suku bunga acuannya. Setelah pada pertemuan pada bulan lalu BI
menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps), Faiz melihat ada
kemungkinan hingga akhir tahun BI menaikkan suku bunga lebih dari 100 bps lagi.
Ekonom
Bank Mandiri Faisal Rachman mengatakan, peningkatan harga BBM ini berpotensi
menyundut inflasi yang kemudian bisa direspon dengan Bank Indonesia (BI) untuk
mengerek suku bunga acuan lebih agresif dari perkiraan sebelumnya.
“Inflasi
umum dan inflasi inti akan melampaui batas atas perkiraan Bank Indonesia (BI).
Sehingga ini akan mendorong BI untuk menaikkan suku bunga acuan sebesar
maksimal 100 basis poin (bps) ke 4,75% pada sisa tahun 2022,” jelas Faisal
kepada Kontan.co.id, Minggu (4/9). Padahal sebelumnya, Faisal memperkirakan BI
akan menaikkan suku bunga acuan 50 bps saja ke 4,25% hingga akhir tahun 2022. Menurut
perkiraan Faisal, inflasi umum pada tahun 2022 akan berada di kisaran 6,27%
yoy.
Achmad
Nur Hidayat, Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute menilai, kebijakan
penyesuaian harga BBM bersubsidi tersebut akan sangat memberatkan kehidupan
rakyat. Menurut dia, kenaikan BBM tersebut dilakukan pada waktu yang tidak
tepat karena akan berdampak pada kenaikan harga berbagai bahan pangan dan
kebutuhan masyarakat lainnya. Dia pun menilai bahwa kenaikan harga BBM berisiko
menyebabkan stagflasi, sebagai rambatan efek dari kenaikan berbagai harga.
Bahkan, Achmad mengkhawatirkan terjadinya PHK besar-besaran.
“Pabrik-pabrik
juga akan keberatan menghadapi dampak dari kenaikan harga BBM ini,” kata dia.
Analis
Binaartha Sekuritas Ivan Rosanova mengatakan, dengan kebijakan naiknya harga
beberapa jenis BBM yang digunakan masyarakat akan berimbas pada naiknya harga
kebutuhan pokok.
“Ini
berpotensi menekan harga saham di pekan depan karena inflasi diperkirakan akan
naik,” kata Ivan kepada Kontan.co.id, Minggu (4/9).
Lebih lanjut,
Ivan menilai langkah Bank Indonesia (BI) yang menaikkan suku bunga kemarin
memang suatu antisipasi yang tepat. Sebelumnya, BI mengerek suku bunga acuan BI
7-Days Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 basis poin (bps) dalam Rapat Dewan
Gubernur BI Agustus 2022. Dengan demikian, suku bunga acuan kini bergerak ke
level 3,75%. Ivan melihat pergerakan IHSG akan menguji kembali 7.200 sebagai
resistance. Sementara support yang bisa diperhatikan jika mulai ada tekanan
yaitu 7.105 dan 6.974.
Ketua
Umum Organisasi Angkutan Darat (Organda) Adrianto Djokosoetono mengatakan,
sebagai imbas penyesuaian harga BBM, maka tarif angkutan darat dapat naik
bervariasi antara 5% sampai 15% bergantung jenis angkutannya. Dia menilai,
sebagian jenis angkutan yang tidak diatur pemerintah dapat langsung melakukan
penyesuaian tarif. Namun, jenis angkutan yang masih diatur pemerintah tentu
harus sigap berkoordinasi agar ada perubahan tarif pada jenis angkutan
tersebut.
Di
samping penyesuaian tarif, Organda juga menyoroti pentingnya kepastian pasokan
BBM di seluruh SPBU di Indonesia. Organda pun mendorong pemerintah maupun PT
Pertamina (Persero) untuk meningkatkan keandalan sistem dan kemudahan
pendaftaran aplikasi MyPertamina yang notabene dipakai untuk transaksi
pembelian BBM subsidi.
“Kami
juga melihat bahwa pembatasan jumlah liter biosolar cukup merugikan angkutan
barang dan penumpang yang harus menempuh jarak jauh setiap harinya,” imbuh dia,
Minggu (4/9).
Penggunaan
BBM bersubsidi oleh masyarakat kian meningkat. Semakin tinggi konsumsi BBM
bersubsidi, akan mengurangi besaran anggaran negara. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui : (1) Besarnya kenaikan harga BBM terhadap kenaikan harga
barang dan jasa, (2) Besarnya elastisitas konsumsi BBM terhadap peningkatan
nilai tambah sektor angkutan, (3) Besarnya elastisitas konsumsi BBM terhadap
peningkatan nilai tambah sektor industri dan (4) Besarnya elastisitas konsumsi
BBM terhadap peningkatan nilai tambah sektor ekonomi lainnya. Metode penelitian
menggunakan Model Input-Output dan Model Elastisitas Konstan. Hasil penelitian
memperlihatkan kenaikan harga BBM sebesar 30 persen membawa dampak pada
peningkatan tarif angkutan kereta api sebesar 18,83 persen, angkutan jalan raya
sebesar 22,16 persen, angkutan laut sebesar 30,57 persen, angkutan sungai dan
danau sebesar 26,71 persen, angkutan udara sebesar 32,28 persen, industry
kilang minyak sebesar 30,75 persen serta listrik dan gas sebesar 41,28 persen.
Elastisitas konsumsi BBM sektor angkutan
sebesar 0,932 persen, sektor industri sebesar negatif 0,626 persen dan sektor lainnya sebesar negatif 0,689 persen
terhadap penciptaan Nilai Tambah Bruto.
Penulis
: Guntur Andriawan (mahasiwa Prodi Hukum Ekonomi Syariah Universitas
Muhammadiyah Purwokerto)