Dampak era
modern saat ini membangun pola pikir masyarakat yang salah satunya
memperngaruhi pola hidup pada sebagian masyarakat Muslim yang memiliki
kecenderungan kurang mempedulikan parameter agama (Islam) dalam hal
mengkonsumsi suatu produk makanan/minuman, obatobatan, bahkan kosmetika. Kehidupan
di masa modern dalam pemikiran beberapa orang mempunyai kecenderungan agar
dapat memperoleh sesuatu yang praktis, mulai dari produk pakaian, kosmetik,
makanan- minuman, serta lainnya (Kholishudin, 2021). Masyarakat seringkali
menginginkan sesuatu yang praktis tetapi belum memastikan tenyang keaman dan
kehalalannya, sementara itu sesuatu yang halal pasti akan sesuai dengan
standarisasi kesehatan yang ditetapkan (Janna et al., 2021). Hal ini wajib
dipikirkan oleh seluruh Muslim selaku konsumen dan sesuai ketentuan Islam
(Warto & Samsuri, 2020). Seseorang Muslim mengkonsumsi produk halal sebagai
bagian integral dari kehidupannya buat menggapai ibadah pada Allah ta’ala.
Dengan
demikian masyarakat memberikan respon baik dengan semakin maraknya usaha-usaha
yang mengedepankan standar kehalalan. Bukan dari sekedar bahannya, namun
seluruh aspek dalam proses pembuatan juga diperhatikan. Ketetapan pemeluk Islam
dalam mengkonsumsi produk halal
diprioritaskan sebab estimasi pandangan fungsional konsumerisme membuktikan
manfaat yang didapat sesuai dengan anutan agama yang dianut (Warto &
Samsuri, 2020). Halal sudah jadi bagian dari style hidup sebagian besar warga.
Kehalalan sudah diakui oleh WTO( Word Trade Organization). Sistem perdagangan
global mencermati sertifikasi halal ataupun penandaan halal untuk menjamin
proteksi pelanggan di seluruh dunia (Gazizova, 2020). Konsumen di negara
Indonesia memiliki pemikiran serta pemahaman yang baik mengenai ap aitu makna
halal. Dengan demikian selaras dengan tingginya permintaan pasar halal. Hal ini
mengakibatkan meleknya para wirausahawan muslim mengenai betapa pentingnya
produk halal dalam proses jual beli. Beberapa prinsip halal antara lain halal
itu cukup untuk kebutuhan manusia sedangkan yang haram tidak ada gunanya,
artinya ketika aturan halal ditegakkan sehingga berdampak pada kesejahteraan
hidup masyarakat. kesejahteraan diperoleh dengan memenuhi unsur kepatuhan
syariat (halal), bermanfaat dan membawa kebaikan (toyyib) (Nizar, 2018).
Al-Qur'an
memberikan banyak penjelasan kepada manusia terkait makanan dan minuman yang
halal untuk dikonsumsi dan yang dilarang untuk dihindari. Dalam Al-Qur'an, ada
5 ayat yang tersebar dalam 4 surah, yang menjelaskan tentang haramnya minuman
tersebut. Dan, ada 40 ayat yang tersebar di 12 surah, yang menjelaskan makanan
halal. Sedangkan tentang makanan najis, ada 21 ayat yang tersebar dalam 5
surah. Firman Allah SWT menjelaskan tentang makanan halal, termasuk
(1) Al-Qur'an
Surat 'Abasa, ayat 24: "Hendaklah laki-laki itu memperhatikan
makanannya". Shihab (2007) menjelaskan bahwa surat ‘Abasa di atas ayat 24
secara khusus dipahami sebagai anjuran untuk mengutamakan makanan nabati,
berdasarkan konteks yang berbicara tentang hujan, benih, sayuran, buah, dan
rumput.
(2) Al-Qur'an
Surat Al-Baqarah, ayat 168: “Hai manusia, makanlah sebagian dari makanan yang
ada di bumi ini yang halal dan baik (bergizi), dan janganlah kamu mengikuti
langkah-langkah setan. Karena sesungguhnya setan adalah musuh yang nyata
bagimu”.
(3) Al-Qur'an
Surat Al-Maidah, ayat 167: “Makanlah yang halal dan yang baik dari nikmat yang
Allah berikan kepadamu dan taatilah. Hanya kepada Tuhanmu yang beriman”.
Merujuk pada Al-Qur'an, ketika membahas makanan yang dikonsumsi harus selalu
menekankan dua hal yaitu halal (boleh) dan thayyib (baik) karena dengan
memperhatikan halal dan thayyib ada jaminan kesehatan jasmani rohani sehingga
Islam sangat memperhatikannya. tentang pentingnya menjunjung tinggi etika dalam
berkonsumsi.
Beberapa ayat
Al-Qur'an yang menjelaskan tentang minuman yang haram antara lain (1) Surat
Al-Baqarah, ayat 219: “Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang khamr
(minuman keras dan judi). Katakanlah: Pada keduanya ada dosa besar dan beberapa
manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya…”. (2)
Surat Al-Maidah, ayat 91: “Sesungguhnya setan itu hendak menimbulkan permusuhan
dan kebencian di antara kamu karena minum dan berjudi, dan menghalangi kamu
dari mengingat Allah dan shalat, maka berhentilah melakukan itu.”
Meningkatnya
kesadaran masyarakat akan urgensi produk halal, berdampak positif bagi masyarakat.
Semakin banyaknya wirausahawan muslim yang berlomba-lomba dalam pemasokan
produk halal dari mulai makanan, minuman hingga produk pakai. Bukan hanya itu,
meningkatnya kesadaran masyarakat akan urgensi prosuk halal kini marak
wirausahawan yang menyuarakan dan mengedukasi mengenai kehalalan produk mereka.
Sehingga promosi yang dilakukan para wirausahawan muslim kini bukan hanya
sekedar kualitas fisik produk mereka namun mereka juga berlomba-lomba
menunjukkan bahwa produk mereka halal dari segala aspek. Dengan demikian
kehalaln produk juga menjadi daya saing bagi para pengusaha muslim. Memberikan
bukti fisik pada konsumen merupakan cara bagi wirausahawan untuk mendapatkan
rasa percaya dan yakin.
Salah satu
contoh bentuk kesuksesan seorang wirausahawan muslim dalam mengedepankan produk
halal adalah usaha makanan berupa resto Ayam Penyet Suroboyo yang memiliki
jargon “Halalan Thoyyiban” dan para pegawai mereka yang sangat menedepankan
kualitas pelayanan. Bukan hanya makanan, namun produk yang berhasil berkembang
sangat pesat dengan mengedepankan kehalalan nya adalah produk skincare milik
ustadzah dokter ferihana. Beliau telah berkecimpung dalam dunia usaha dan
mendakwahkan urgensi kehalalan produk bagi umat muslim. Terlebih lagi produk
skincare masih banyak sekali yang belum memperhatikan aspek halal baik dari
segi komposisi dan produksi. Dengan demikian dr. Ferihana menjadi salah satu
tokoh wirausahawan muslim yang berhasil menyongsong kesadaran bagi umat muslim
dalam memilih produk halal.
Standarisasi
kehalalan produk makanan atau minuman serta obat-obatan dan kosmetika yang
dikonsumsi atau digunakan oleh seorang muslim sangatlah penting, karena hal ini
akan berdampak pada kesehatan fisik dan mental bagi yang mengkonsumsinya.
Kandungan kehalalan dan gizi produk yang dikonsumsi seorang muslim merupakan
salah satu bagian dari perhatian Nabi, yaitu bahwa seorang muslim tidak memakan
apapun kecuali halal dan toyyib. Dari lima persoalan pokok atau Mabadiul
Khamsah, memperhatikan kehalalan suatu produk (makanan, minuman, obat-obatan
dan kosmetika) termasuk bagian dari tugas pemeliharaan akal dan jiwa, yaitu (1)
Hifdzuddin (menjaga agama), (2 ) Hifdzul 'Aql (menjaga kewarasan), (3) Hifdzun
Nafs (memelihara kehidupan), (4) Hifdzul Mal (menjaga harta), dan (5) Nasl (menjaga
nasab). seorang konsumen muslim tidaklah cukup hanya dengan garis anggaran
semata, melainkan disertai dengan batasan syariat.
Penulis : Pauline
Hapsari (mahasiwa Prodi Pendidikan Agama Islam
Universitas Muhammadiyah Purwokerto)