Warga Muhammadiyah berpegang teguh pada ajarannya yakni berlomba atas kebaikkan. Sedangkan orang-orang Nahdlatul Ulama merasa juga tidak mau kalah dengan Muhammadiyah. Dalam HR Abu Daud dan Ibnu Majah, Rasulullah sholallohu alaihi wasallam mengingatkan bahwa
"Dengki itu dapat memakan
(menghabiskan) kebaikan, sebagaimana api melahap kayu bakar".
Muhammadiyah tidak membeda-bedakan asal usul
orang tersebut.
Jika ada pencapaian, Muhammadiyah selalu mengapresiasi atas tercapainya tujuan
masyarakat di Desa Jipang yang
memang mayoritas orang NU.
Yang dipikirkan bagaimana caranya agar Desa
Jipang maju supaya tidak ketinggalan dengan desa sebrang.
Perbedaan kerap kali menjadi problem di masyarakat. Sebagai contoh
kebiasaan sedekah bumi yang masih dijalankan masyarakat NU. Masih Banyak perbedaan
akan tetapi saya sangat senang jika perbedaan tersebut tidak mempecah belah. Jika ada acara yang
diadakan oleh Muhammadiyah, masyarakat NU selalu membantu begitu juga
sebaliknya. Selain dari sedekah bumi ada juga dari golongan NU yang melakukan
acara seperti ngupati dan mitoni untuk wanita yang sedang hamil, dengan
tujuan agar
bayi dalam kandungan sehat dan selamat. Berbeda dengan masyarakat Muhammadiyah
yang tidak memakai adat ngupati dan mitoni. Namun, masyarakat Muhammadiyah juga
menghargai perbedaan di antara hal tersebut, hal tersebut berbalik kepada diri
kita masing-masing bagaimana cara menyikapinya.
Dalam melakukan shalat tarawih, ada
perbedaan antara ajaran Muhammadiyah dan NU karena ajaran yang terkandung di
Muhammadiyah jumlah raka'at shalat tarawih lebih sedikit dibanding NU, di
Muhammadiyah melakukan shalat tarawih 8 raka'at dan 3 witir jadi jumlah rakaat
keseluruhannya adalah 11 rakaat sedangkan di NU lebih banyak yaitu 20 rakaat
tarawih dan 3 witir jadi jumlah rakaat keseluruhannya adalah 23 rakaat.
Perbedaan Muhammadiyah dan NU dalam menentukan hilal juga sangat berbeda. Metode penentuan hilal yang digunakan Muhammadiyah adalah perhitungan astronomis yang bernama hisab hakiki wujudul hilal. Metode ini meyakini adanya hilal meski tidak terlihat dengan mata telanjang selama memenuhi kriteria tertentu, di antaranya adalah telah menjadi ijtimak (konjungsi), ijtimak terjadi sebelum matahari terbenam, saat terbenamnya matahari piringan atas bulan berada di atas ufuk. Apabila terdapat satu kriteria yang tidak terpenuhi, maka belum masuk bulan baru. Sedangkan penentuan hilal menurut NU didasarkan pada penglihatan dan pengamatan bulan secara langsung atau dikenal sebagai metode rukyatul hilal. Yang disebut hilal adalah bulan sabit muda sangat tipis pada fase awal bulan baru, di mana pengamatannya dilakukan pada hari ke-29 atau malam ke-30 bulan yang sedang berjalan. Bila malam tersebut hilal sudah terlihat, maka malam itu sudah dimulai bulan baru. Pedoman penentuan hilal ini didasarkan oleh NU dari firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 189. Itulah mengapa, NU dan Muhammadiyah sering berbeda pendapat.
Perbedaan yang sangat sering
dibicarakan dari Muhammadiyah dan NU adalah bagaimana shalat shubuh yang pada
aslinya Muhammadiyah tidak memakai qunut dan NU memakai qunut. Hal itu tidak
menjadi masalah besar, karena masyarakat Muhammadiyah dan NU mempercayai
aturan-aturan yang ada dalam ajaran mereka. Maka dari itu masyarakat harus
menghargai antar perbedaan.
Selain itu banyak di masyarakat di Desa
Jipang yang termasuk masyarakat NU jika ada orang atau keluarga yang sudah
meninggal atau baru meninggal melakukan tahlilan, dari 1 hari sampai 7 hari
hingga 100 hari maupun 1.000 hari meninggalnya orang tersebut. Tetapi saya
sebagai masyarakat Muhammadiyah sangat menghargai perbedaan tersebut karena
teman-teman saya banyak juga di antaranya termasuk masyarakat NU yang melakukan
acara atau kegiatan tersebut.
Pada hari jumat wajibnya sebagai laki-laki melakukan shalat jumat tidak heran jika perbedaan di Desa Jipang antara Muhammadiyah dan NU adalah jika Muhammadiyah melakukan adzan hanya
satu kali adzan sedangkan NU melakukan dua kali adzan.
Segala perbedaan yang ada tidak
menyebabkan problem di masyarakat,
masyarakat Jipang selalu mendukung antara satu sama lain. Rasulullah
mengajarkan kita agar hidup rukun, damai, berdampingan, tidak menjatuhkan antara
pihak yang satu dan pihak yang lain. Allah berfirman dalam Surah Al-Hujurat
ayat 10
“Orang-orang beriman itu
sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara
kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.”
Rasulullah menggambarkan dalam
sabdanya bagaimana seorang muslim yang bersaudara dan menjunjung tinggi
kerukunan dalam bermasyarakat sebagaimana Rasulullah saw bersabda:
“Abu musa meriwayatkan, nabi saw
bersabda: “kaum mukmin adalah bersaudara satu sama lain ibarat (bagian-bagian
dari) suatu bangunan satu bagian memperkuat bagian lainnya.” dan beliau
menyelipkan jari-jari di satu tangan dengan tangan yang lainnya agar kedua
tangannya tergabung.” (HR. Bukhori).
Penulis:
Fais Ade Kusuma (mahasiswa Prodi Hukum Ekonomi Syariah Universitas Muhammadiyah
Purwokerto)
Editor: Winda Putri
Bayu Hendra Pratama, Muhammadiyah dan NU adalah ormas yang besar di Indonesia, perbedaan diantara keduanya memang sudah banyak yang membahasanya namun, perbedaan itu yang menjadikan ketakwaan seseorang dalam menjalani kehidupan beragamanya. selain itu perbedaan antara Muhammadiyah dan NU menjadikan kita berpikir kritis mana yang sesuai dengan ajaran Al-Qur'an dan sunah Rasul. Perbedaan yang ada juga menjadikan toleransi antara Muhammadiyah dan NU, sederhananya karena ada perbedaan maka kita bisa membandingkan mana yang lebih baik tanpa menyalahkan.
BalasHapusANANTA TEGAR ZAENALDY
BalasHapusSikap yang paling arif (islami) yaitu masing-masing tidak boleh memandang pengamalan ibadahnya paling benar, lalu menyatakan yang lain salah. Selanjutnya tidak arif pula untuk menyatakan yang satu Sunnah, lalu yang satunya lagi bid'ah. Esensi pokok yang mesti dilihat yakni kedua-duanya berupaya mengamalkan Sunnah Nabi, merindukan surga dan mencari keridaan Allah SWT.
Oleh karena itu, seorang Muslim yang dewasa akan melihat perbedaan ini sebagai sesuatu yang natural (bagian dari takdir Allah), layaknya perbedaan etnis dan warna kulit pada manusia. Secara historis, perbedaan ini juga sudah bersifat laten. Bahkan sudah berabad-abad. Oleh karena itu sangat tidak arif jika ada orang berharap agar perbedaan peng-amal-an itu dinafikan. Selama perbedaan pemahaman tetap ada, maka perbedaan peng-amal-an juga akan tetap ada. Menyamakan pemahaman setiap kelompok umat Islam di muka bumi ini sama saja dengan menyamakan cara berpikir. Hal demikian ini tentu suatu kemustahilan, alias menentang takdir.
Dengan kesadaran yang sungguh-sungguh terhadap realitas perbedaan ini, maka mari kita tonjolkan semangat fastabiqul khairat (berlomba-lomba dalam kebaikan), yang dalam konteks pesan ini yaitu berlomba-lomba dalam memahami ibadah dan mengamalkannya. Dalam perlombaan ini, mari pula kita tingkatkan terus interaksi masing-masing pihak sehingga perbedaan yang ada tumbuh kembang mendinamisasi ummat sehingga memberi konstribusi positif bagi ukhuwah dan peradaban ummat Islam
Name : Ahmed Taha M.NS
BalasHapusNIM. : 2103030032
The differences between Muhammadiyah and NU in determining the new moon are also very different. The method of determining the new moon used by Muhammadiyah is an astronomical calculation called the reckoning of the real hilal. This method believes that the new moon is visible even though it is not visible to the naked eye as long as it meets certain criteria, including that it has become ijtima (conjunction), ijtima occurs before sunset, when the sun sets, the disk over the moon is above the horizon. If there is one criterion that is not met, then the new month has not yet entered. While the determination of the new moon according to NU is based on sight and direct observation of the moon or known as the rukyatul hilal method. The so-called hilal is a very thin young crescent in the early phase of the new moon, where observations are made on the 29th day or 30th night of the current month. If the new moon is visible that night, then that night the new moon begins. The guideline for determining the new moon is based on NU from the word of Allah in Al-Baqarah verse 189. That is why, NU and Muhammadiyah often have different opinions.
The difference that is very often discussed between Muhammadiyah and NU is how the dawn prayer, originally Muhammadiyah did not use qunut and NU used qunut. This is not a big problem, because the people of Muhammadiyah and NU believe in the rules contained in their teachings. Therefore, society must respect the differences.