Perbedaan golongan dalam Islam saat ini bukan lah hal yang tabu lagi, Rasulullah telah mengabarkannya dari sejak 1400 tahun yang lalu,tentang terpecahnya umat Islam yang terbagi menjadi 73 golongan.Dinamika di kampung halaman saya,yang mana banyak sekali perbedaan antar golongan yang menimbulkan masyarakat di kampung itu,
Pada mulanya di Desa Onje mayoritas penduduk memeluk Agama Islam itu hanya sebatas mengikuti Ulama atau yang sering di sebut dengan Kyai, dahulunya golongan yang ada hanyalah Islam Kejawen atau yang sering di kenal dengan Aboge, yang mana tolong ini mayoritas masyarakat awam hanyalah bertindak dengan mengikuti sang Kyai atau yang sering di sebut dengan Taqlid, namun seiringnya dengan zaman.Ada tokoh masyarakat yang membawa pembaruan dalam islam atau membawa paham ajaran baru dalam Islam,hal itu yang menjadikan dinamika antar golongan menjadi meluas.Pada golongan yang baru pada awalnya mendapatkan Pro dan Kontra dan menimbulkan banyak perlawanan dari masyarakat, hal itu di karenakan masyarakat sendiri yang awam dengan Agama Islam dan kebanyakan dari masyarakat sendiri yang kolot dalam pendiriannya hal itu di karenakan ajaran yang baru itu tidaklah sesuai dengan ajaran yang telah ada.
pada saat ini perbedaan dari dua golongan tersebut tidaklah memanas lagi sperti suasana seperti dulu, walaupun terkadang sering mengalami kontra tetapi itu hanyalah kontra antar tokoh dari dua golongan tersebut Masyarakat.Saat ini tidak lagi kontra antar golongan, Golongan mereka sudah bisa memaklumi satu dengan yang lainnya dan sudah bisa menjalankan peribadahannya dengan berdampingan. Dalam sisi peribadahannya atau cara beribadahnya pasti memiliki cara yang berbeda.
Di Desa Onje sendiri memiliki 3 Masjid dan 1 di antaranya itu lah yang memiliki ajaran paling beda,Hal itu di sebabkan Masjid tersebut adalah Masjid yang paling lama berdiri Di Desa Onje, dari Masjid itu juga yang masih menggunakan ajaran Islam Aboge atau Islam Kejawen. Dalam ajarannya yang paling berbeda dari yang lainnya, terkait dengan perhitungan Bulan Ramadhan dan menentukan hari Raya Idul Fitri ataupun Idul Adha mereka dalam melaksanakan sholat Ied akan sehari lebih lambat dari Masjid yang lain atau dari golongan yang lainnya, dan mereka juga memiliki pendapat bahwa sholat Ied tidak boleh di laksanakan saat Rabu Wage jika hari raya bertepatan dengan hari Rabu Wage maka hari raya itu akan di undur.
Pada penetapan hari raya yang berbeda akan tetapi dulunya pernah mengalami persamaan dalam penetapan hari raya Iedul Fitri, yang kemudian penyelengaraan sholat Ied di laksanakan di lapangan, tak seperti pada hari raya Iedul Fitri biasanya yang biasanya hanya di lakukan pada masjid dari golongan masing-masing.Pada saat ini kesenjangan tidak lagi di permasalahkan antar masyarakat, terlebih saat ini banyak orang atau kalangan muda yang sudah paham terkait dengan Ilmu Agama, jadi mereka meninggalkan perbedaan yang hanya menjadikan kesenjangan antar masyarakat. Hal ini di buktikan dengan adanya acara yang di selenggarakan bersama-sama di antara tiga masjid tersebut, yakni acara pada Bulan Ramadhan Masjid tersebut mengadakan acara yang mana Masjid tersebut menggelar acara yang di lakukan secara bergilir, acara yang biasanya di isi dengan lomba-lomba antar Santri TPQ antar satu dengan yang lainnya.Sedikit mengulas dari tiga masjid tersebut, yang pertama adalah Masjid Raden Zaid Kuning mungkin Masjid ini tidak terdengar asing lagi untuk para Peziaroh atau orang yang sering melaksanakan ziarah, bukan hanya itu saja masjid ini juga di lindungi oleh cagar budaya.
Karena Masjid ini merupakan salah satu peninggalan dari Raden Zaid,yang mana sudah berdiri sangat lama sejak jaman kerajaan atau jaman walisongo.Kemudian pada dua Masjid yang lainnya, Masjid tersebut dimiliki oleh umat Islam yang memegang golongan NU. Walaupun pada dasarnya hampir seluruh masyarakat Desa adalah golongan NU akan tetapi ada sebagian masyarakat yang masih menggunakan ajaran yang lama yakni ABOGE atau Islam Kejawen.
Masyarakat Muhammadiyah, pada Desa Onje mungkin hanya segelintir orang saja yang mengikuti golongan Muhammadiyah, hal itu di karenakan pergerakan Muhammadiyah yang modern dan selalu memperbarui pergerakan Zaman, yang menjadikan para orang tua kebingungan dalam mengikuti Muhammadiyah, karena Muhammadiyah sendiri biasanya di terapkan oleh kalangan muda, karena pemuda sendiri yang bisa menentukan arah dan bisa mengikuti perkembangan zaman, Muhammadiyah masih di anggap sangat tabu oleh kalangan Masyarakatnya, hal itu di karenakan banyak dari mereka masih hanya mengikuti ulama-ulama mereka atau yang sering di sebut dengan Taklid. Muhammadiyah sendiri belum terasa Di Desa Onje karena sedikitnya kalangan muda yang mau turut andil dalam pergerakannya atau banyak dari mereka memeluk Agama Islam juga hanya mengiktui orang tunya saja.
Penulis :Azzam Fadli Sabiq (mahasiswa Prodi Hukum Ekonomi Syariah Universitas Muhammadiyah Purwokerto)
Editor:Siti Darajatun