Manusia sebagai
makhluk sosial yang hidup berkelompok sehari-hari yang tidak dapat hidup
sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya melalui proses sosial. Hubungan
antara dua kelompok Muhammadiyah dan NU di Desa Padamara yang terjalin sangat
harmonis, saling toleransi, minimnya konflik, dan lain sebagainya. Muhammadiyah
merupakan gerakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar yang didirikan oleh K.H
Ahmad Dahlan pada tahun 1914. Nahdlatul Ulama (NU) merupakan gerakan ulama
untuk memperbaiki umat, baik aspek keagamaannya maupun aspek kemasyarakatan
yang didirikan oleh K.H Hasyim Asy’ari di tahun 1926. Saat ini Muhammadiyah dan
NU menjadi sebuah organisasi dan anggota yang besar di Indonesia lalu korelasi
antar keduanya berdampingan pada kehidupan sehari-hari di masyarakat padamara,
baik kehidupan keagamaan, kehidupan pekerjaan, kehidupan rumah tangga, dan
sebagainya.
Identitas warga
padamara sebagai orang Muhammaddiyah atau NU diketahui oleh warga sebagai
identitas yang terberi dengan faktor kelahiran, maksudnya semua yang terlahir
dari keluarga yang berlatar Muhammadiyah ataupun NU secara otomatis merupakan
identitas budaya yang diperoleh sejak dilahirkan. Kemudian, salah satunya terdorong
melalui lembaga pendidikan yang di tempuh sehingga akhirnya memutuskan diri
sebagai pengikut Muhammadiyah ataupun Nu. Contoh Siti merupakan masyarakat padamara yang
terlahir dari keluarga NU namun karena Siti menempuh pendidikan dikalangan
pengikut Muhammadiyah, akhirnya Siti memilih dan mengikuti ajaran-ajaran di
organisasi Muhammadiyah.
Warga
Muhammadiyah dan NU Desa Padamara sudah saling melakukan keterbukaan yang
berusaha untuk menciptakan hubungan yang sadar akan perbedaan yang dimiliki.
Dengan keterbukaan akan mempengaruhi keduanya untuk saling mengenal lebih dekat
akan perbedaan identitas budaya, keterbukaan diantara Muhammadiyah dan NU
membuat mereka saling berdiskusi terkait perbedaan untuk saling memahami satu
sama lain. Adanya keterbukaan di antara keduanya membuat warga Muhammadiyah
mengenal budaya NU dan sebaliknya.
Muhammadiyah
identitas kulturalnya dari cara beragamanya berdasar Al-Qur’an dan hadits
diekspresikan dalam ritual budayanya, misal salat tarawih delapan rokaat.
Begitu pula dengan pengikut NU yang ajarannya berdasar Al-Qur’an, hadits, ijma’
dan qiyas yang identitas kultural budaya yang diekspresikan seperti tahlilan.
Secara umum, Muhammadiyah ataupun NU menyadari ada perbedaan identitas dan
budaya yang ada pada mereka berdasarkan nilai yang diperoleh sebagai warisan
ataupun hasil pembelajaran budaya. Pengikut Muhammadiyah ataupun NU di Desa
Padamara dapat mengambil kesimpulan bahwa kebudayaan itu kembali kepada prinsip
masing-masing dan saling toleransi antar sesama.
Interaksi antar
keduanya terjalin dengan di dasari rasa keharmonisan. Selama ini mereka hidup
secara berdampingan dengan aman, damai, rukun, dan tentram. Dengan adanya
perbedaan identitas antar keduanya tidak
menjadi suatu hambatan dalam berinteraksi untuk hidup bersama. Interaksi
terjadi juga salah satunya dalam
pelaksanaan ibadah bersama seperti ibadah salat 5 waktu dan ibadah hari besar.
Toleransi ditujukkan oleh kelompok Muhammadiyah saat berbeda hari raya Idul
Fitri dengan salat ied yang dijaga Banser NU.
Kelompok
Muhammadiyah dan NU menyatakan bahwa dalam menghargai perbedaan identitas
cultural, keterbukaan, dan sikap toleransi dibutuh untuk menciptakan kesadaran
korelasi antar warga padamara. Mereka saling hidup berdampingan dan saling
menghargai perbedaan identitas budaya, yang membutuhkan sikap keterbukaan
dengan menghargai budaya lain. Hal ini dibuktikan bahwa hubungan antarbudaya
yang terjalin antar pengikut Muhammadiyah dan NU di Padamara sudah terjalin
secara baik dan dapat terus berlangsung, dimana pengikut Muhammadiyah dan NU di
Desa Padamara saling menghargai satu sama lain dalam korelasi budaya.
Namun perbedaan
yang terjadi antara pengikut Muhammadiyah dan pengikut NU tidak bisa
dihindarkan dalam kehidupan sosial. Ketika dengan adanya perbedaan identitas
kebudayaan yang minimnya pemahaman oleh masyarakat padamara itu akan
menimbulkan suatu konflik atau hambatan dalam penyatuan kelompok. Dalam
interaksi antara Muhammadiyah dan NU di Desa Padamara pernah terjadi konflik,
dimana ketika warrga Padamara yang mayoritasnya pengikut NU akan melaksanakan yasinan,
tahlilan, tujuh harian bagi yang meninggal, dan kebudayaan NU
yang lainnya, dilarang oleh Muhammadiyah karena Muhammadiyah menganggap
kebudayaan seperti itu dianggap bid’ah. Sehingga pengikut NU memberi reaksi
negatif dengan menghaangi warga agar tidak mengikuti kegiatan pengajian yang
dilaksanakan setiap minggu pagi. Akhirnya Muhammadiyah dan NU terjadi suatu
kesalah pahaman diantara keduanya.
Tetapi prasangka
negatif tidak menjadi hambatan bagi mereka dalam berinteraksi dengan
tetangganya, kerabatnya, dan orang-orang di sekitarnya. Ketika tetangga,
kerabat, orang-orang disekitarnya bersikap atau menilai buruk terhadap identitas
Muhammadiyah atau NU, bahwa sikap buruk bukan pada kedua organisasi tersebut
melainkan pada pribadi indivudi masing-masing. Sehingga persepsi negatif yang
ada tidak mempunyai dampak besar atau sebagai penghalang bagi korelasi warga
padamara.
Dengan adanya
konflik tersebut Muhammadiyah dan NU saling menyadari akan kesalahan atau
kesalah pahamanan yang terjadi diantara keduanya dan berujung perdamaian.
Karena manusia makhluk yang selalu membutuhkan orang lain. Kebutuhan manusia
menuntut untuk dapat dipenuhi dengan berbagai cara. Salah satunya melalui
kerjasama, yang merupakan salah satu sebab terjalinnya interaksi antara warga
NU dan Muhammadiyah. Kerjasama dapat berupaa pemenuhan kebutuhan ekonomi. Jadi
warga NU dan Muhammadiyah menjalin korelasi karena keduanya merasa saling
membutuhkan.
Modal sosial
yang tinggi di Desa Padamara yang menimbulkan interaksi warga Muhammadiyah dan
NU. Seperti acara kerja bakti, khitanan,
pernikahan, PKK atau kumpulan yang menjadi wadah yang selalu diikuti oleh semua
warga. Korelasi antara keduanya merupakan suatu gambaran yang nyata kerukunan
pengikut Muhammadiyah dan pengikut NU di Desa Padamara.
Dengan adanya
korelasi antara pengikut Muhammadiyah maupun pengikut NU diharapkan munculnya
generasi perjuangan Muhammadiyah dan NU dengan akhlak mulia yang akan
mengembangkan kedua organisasi tersebut di masa yang akan datang. Hal ini
dimaksudkan supaya warga padamara dapat ikut berpartisipasi dalam pendidikan,
organisasi, keagamaan, dan sebagainya. Untuk mencapai proses dan hasil yang
maksimal harus menciptakan persamaan kepentingan dengan khalayak terutama dalam
pesan, media dan metode. Dengan kolerasi yang dilakukan Muhammadiyah maupun NU
maka akan terjadi perubahan yang lebih baik, toleransi dan memahami ajaran
Islam sesuai syari’at sehingga tercermin pada tindakan dan perilaku dalam
kehidupan. Perubahan perilaku dan kondisi ini terjadi secara bertahap, dan hal
ini sebagai wujud tercapainya strategi dan tujuan komunikasi baik dari
Muhammadiyah maupun NU di Desa Padamara.
Penulis : Danica Salsava Tanusi (mahasiswa Prodi Hukum
Ekonomi Syariah, Universitas Muhammadiyah Purwokerto)
Citra Anggita
BalasHapusHubungan yang baik antara Muhammadiyah dan NU di Padamara membuktikan bahwa masyarakat sekarang sudah dapat menerima perbedaan perbedaan yang ada dalam masyarakat. Perbedaan perbedaan itu yang justru menyatukan warga Padamara untuk lebih bisa toleransi satu sama lain. Namun pasti akan terus ada hambatan atau kurang adanya kecocokan antara warga Muhammadiyah dan NU karena yang kita ketahui dua aliran ini memang berbeda. Namun benar pendapat dari Danica bahwa dua aliran tersebut sama sama kurang adanya pemahaman sehingga menimbulkan hambatan tadi. Justru melalui hambatan tersebut masyarakat Muhammadiyah dan NU bisa saling menyadari kesalahan dari masing masing.
kartika dewi 2006040019
BalasHapushubungan antara dua kelompok Muhammadiyah dan NU di Desa Padamara yang terjalin sangat harmonis, saling toleransi, minimnya konflik, dan lain sebagainya. hal tersebut membuktikan bahwa umat Islam menunjung tinggi toleransi tata cara ibadah kelompok lain, sehingga dua kelompok tersebut dapat hidup berdampingan secara damai.