Nahdlatul Ulama
dikenal sebagai organisasi Islam yang toleransi terhadap adat dan istiadat
Indonesia, sementara Muhammadiyah dikenal dengan perjuangannya di bidang
pendidikan. Dan Persis lebih ke urusan fiqih. Namun perbedaan itu bukan berarti
satu sama lain bertentangan. Mereka semuanya sama-sama merupakan
organisasi agama Islam yang
ajaran-ajarannya mengikuti perintah Rasulullah SAW. Saya akan menceritakan
sedikit pengalaman saya yang pernah tinggal di lingkungan dengan masyarakat
yang memeluk organisasi keagamaan berbeda-beda, entah itu Persis, Nahdlatul Ulama maupun
Muhammadiyah.
Lahir di Bandung
dengan lingkungan yang dimana kebanyakan dari masyarakatnya beroraganisaasi
keagamaan Persis (Perserikatan Islam). Membuat saya mau tidak mau dan secara
tidak langsung mengikuti organisasi keagamaan Persis. Bahkan pada saat TK saya masuk TPQ Persis. Saya
mengikuti TPQ untuk belajar membaca Al-Qur'an bersama teman, yang dimana setiap
harinya dimulai pada jam 2 dan selesai sebelum ashar. Di TPQ yang saya ikuti
tentu semua guru Ustadz dan Ustadzahnya Persis. Pada saat itu karena masih
kecil saya belum paham benar dengan perbedaan yang ada.
Saat berada di
rumah saya mulai belajar salat dengan ketentuan yang ada di buku pedoman Salat,
saya shalat menggunakan bacaan salat Nahdlatul Ulama. Selain karena itu, orang tua saya juga
tinggal dan lahir di lingkungan yang mayoritas organisasi keagamaan
masyarakatnya Nahdatul Ulama. Sehingga bacaan salat yang mereka ajarkan juga
seperti itu.
Saya dan
keluarga pindah ke Jakarta setelah saya lulus TK, dikarenakan ayah saya pindah
tempat kerja ke Jakarta. Lingkungan masyarakat di sekitar saya pada saat di
Jakarta tidak terlalu mementingkan organisasi apa yang dianut pada saat itu di
sana netral. Hal ini mungkin terjadi karena pergaulan sosial di sana kurang
baik kebanyakan orang lain hanya mementingkan dirinya sendiri-sendiri.
Lalu saya
bersama orang tua saya pindah ke
Bantarkawung, ketika saya akan memasuki sekolah dasar. Namun ayah saya yang
tetap bekerja di Jakarta. Di kampung halaman kedua orang tua saya ini
masyarakatnya kebanyakan memang berorganisasi Nahdlatul Ulama. Namun
toleransi mereka sangat tinggi, seperti pada saat mengetahui saya akan kuliah
di Universitas Muhammadiyah Purwokerto banyak dari tetangga yang mendukung.
Walaupun pernah ada orang yang bercanda
dengan mengatakan
"Apakah
nanti ketika masuk Universitas Muhammadiyah, jiwanya masih tetap Nahdlatul Ulama?"
pada saat itu
saya hanya bisa menjawab dengan senyuman. Karena saya tau walaupun orang itu
menanyakan hal tersebut, tidak serta merta langsung mendebatkan bahwa tidak
seharusnya saya masuk Universitas Muhammadiyah. Mereka tau bahwa saya hanya
ingin menuntut ilmu dan itu dapat dicari dimana saja. Dan selama saya tidak
berbuat sesuatu atau mendebatkan hal yang berbeda antara Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama. Masyarakatnya
di sekitar lingkungan saya sendiri pun sebenarnya tidak terlalu
mempermasalahkan mengenai apakah masuk organisasi keagamaan Muhammadiyah atau
hanya harus masuk organisasi keagamaan Nahdlatul Ulama. Mereka semua mendukung, selama itu
masih dalam ajaran agama Islam yang benar dan tidak menyimpang dari
aturan-aturan ajaran agama Islam.
Sebenarnya
saya mulai mengetahui organisasi
keagamaan Muhammadiyah, pada saat pergi jalan-jalan bersama orang tua, saat itu
kami singgah di masjid untuk menunaikan salat magrib. Pada saat itu saya masih
sekolah dasar dan mulai dapat menyadari adanya perbedaan. Saya bertanya kepada
ibu saya mengapa di masjid ini semua orang yang telah selesai salat berdoa
(wiridan) masing-masing bahkan ada beberapa yang setelah salat langsung keluar
dari masjid. Padahal setau saya setelah salat pasti imam akan memimpin untuk
wiridan bersama.
Setelah masuk
SMP, saya makin lebih mengenal mengenai tentang Muhammadiyah karena ada teman
SMP saya yang berasal dari desa berbeda, dia menganut organisasi keagamaan
Muhammadiyah. Pada saat itu sedang diadakan praktek salat shubuh, namun ketika
akan bagian doa qunut teman saya bilang kepada guru SMP kami bahwa dia orang
Muhammadiyah jadi bacaan salatnya berbeda dan dia tidak menggunakan doa qunut.
Masuk ke dalam
Universitas Muhammadiyah sebenarnya saya sedikit mengalami cultire shock.
Mengapa ada beberapa perbedaan seperti bacaan salat, jika ada yang meninggal
cukup mengadakan tahlilan sehari saja, saat salat jumat hanya ada adzan satu
kali sedangkan yang saya tahu jika di masjid Nahdlatul Ulama adanya adzan dua kali yang pertama
sebagai aba-aba bahwa telah memasuki salat jumat, rakaat pada salat tarawih dan
perbedaan lainnya. Namun selama tinggal di Purwokerto saya merasa tidak adanya
perbedaan mulai dari teman kosan dan teman di kampus mereka saling menghargai
dan menghormati perbedaan yang ada.
Pada saat ini
saya sudah mulai terbiasa dan dapat menyesuaikan dimana tempat saya berada.
Ketika berada di Purwokerto, saya salat di masjid menggunakan bacaan salat muhammadiyah. Bahkan
tahun lalu saya telah ikut salat Tarawih di masjid Muhammadiyah. Namun, pada
saat pulang ke Bantarkawung saya salat di masjid yang tentunya di imami oleh
orang-orang Nahdatul Ulama saya pun salat dengan membaca bacaan Nahdatul Ulama
dan melakukan doa Qunut ketika salat shubuh dan mengikuti pengajiannya.
Dari pengalaman
ini saya sadar bahwa tidak selamanya perbedaan itu tidak selamanya salah dan dapat memisahkan. Justru dengan adanya
perbedaan ini kita lebih dapat mendalami pemahaman mengenai agama Islam.
Mengetahui nilai-nilai agama yang baik dan benar. Karena semua organisasi
keagamaan Islam ini, mau itu Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama hingga Persis semuanya mengajarkan
kebaikan. Dengan adanya perbedaan ini juga dapat menjadikan hidup dalam
masyarakat menjadi rukun, tentram dan damai. Dengan syarat adanya toleransi
dengan perbedaan yang ada, saling menghormati dan menyayangi. Karena kita saja
diajarkan untuk saling bertoleransi dengan perbedaan berbagai macam-macam agama
yang ada di Indonesia,. oleh karena itu, seharusnya bukan hanya karena
organisasi keagamaan Islamnya berbeda
kita yang beragama Islam malah saling terpecah justru seharusnya bersatu demi mengamalkan ajaran-ajaran
Rasulullah SAW.
Penulis : Amalia Saumi (mahasiswa Prodi Hukum Ekonomi Syariah, Universitas
Muhammadiyah Purwokerto)
Siti Darajatun _2106040005
BalasHapusJadi menurut anda,sekarang anda menganut atau menjdi golongan islam muhammadiah ,setelah menjadi islam muhammadiah bagaimana si perbedaan yang signifikan yg anda rasakan setelah bergabung dan dari perbedaan itu menurut yang anda bilang bahwa perbedaan itu tidak selamanya salah dan dapat memisahkan. Justru dengan adanya perbedaan ini kita lebih dapat mendalami pemahaman mengenai agama Islam. Mengetahui nilai-nilai agama yang baik dan benar. Karena semua organisasi keagamaan Islam ini, mau itu Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama hingga Persis semuanya mengajarkan kebaikan. Dengan adanya perbedaan ini juga dapat menjadikan hidup dalam masyarakat menjadi rukun, tentram dan damai. Dengan syarat adanya toleransi dengan perbedaan yang ada, saling menghormati dan menyayangi. Apa bukti dari sebuah perbedaan menjadi suatu yang tentram dan bagaimana mengatasi agar tidak terjadinya cekcok akibat berbeda pendapat antar golongan?
Nova Fauzian _ 2106040007
BalasHapusApakah dengan pengalaman itu, anda sudah yakin dengan keputusan anda sekarang yang tadinya NU, Peris, trus muhamadiyah?
Priandaru Al Fikri Indriarto_2006040009
BalasHapusBagus memang kita harus hidup toleransi antar oraganisasi islam tetapi harus ada satu yang diyakini dan mantep untuk dijalankan. Alangkah baiknya ikut satu saja ditakutkaan ketika misal, hari raya idul fitri puasa ikut NU tapi lebaran ikut Muhammadiyah ditakutkan ada kejadian seperti itu. Satu saja cukup yang penting tidak bertentangan dengan Al-Qur'an dan As-sunnah
Ridwan Nur Sya'bani
BalasHapusSama saja seperti pengalaman saya, saya merasakan lingkungan Muhammadiyah yaa ketika memasuki dunia kampus, sebelum menjadi mahasiswa saya belajar disebuah pondok pesantren di bekasi disana tidak memegang bendara mana pun, yang diajarkan adalah bahwa segala bentuk ibadah dan syariat islam mau dimanapun kalian berada baik di nu maupun di Muhammadiyah yang menjadi poin utama adalah kita mengerjakan amalan itu sesuai dengan Al Qur’an dan sunnah, maka tidak salah ketika kita memilih nu ataupun Muhammadiyah, karena semua syariat islam itu yang menentukan Al Qur’an dan sunnah terimakasih.
Dhiva Lefrysa 2006040020
BalasHapusSaya dari TK sampai SMA sekolah di negeri jadi artikel diatas benar-benar sangatt tepatt dengan pengalaman pribadi saya yang tibatiba kuliah di Muhammadiyah
kartika dewi 2006040019
BalasHapusdi lingkungan tempat tinggal saya lebih banyak yang mengikuti nu, sehingga saya pun dari kecil lebih mengikut ke nu. akan tetapi, ketika saya berkuliah saya berkuliah di muhammadiyah. saya merasakan perbedaan namun masih bisa diikuti, dan saya rasa itu bagus untuk menumbuhkan jiwa toleransi.
Jeannery Cesare 2006040028
BalasHapusSaya juga mengalami hal seperti itu, lingkungan rumah saya NU tetapi saya kuliah di UMP. Disaat kuliah saya banyak belajar tentang Muhammadiyah. Menurut saya, baik di NU atau Muhammadiyah sama saja karena mengajarkan hal hal yang baik.
Dinda Rizqi Amalia 2006040018
BalasHapusArtikel ini sangat relite dengan saya, karena saya sekolah dr TK sampai SMA di negri setelah itu masuk universitas Muhammadiyah Purwokerto sedikit mengalami adanya perbedaan. Karena dr lingkungan tempat tinggal saya pun NU. Jadi saya tidak terlalu memersalahkan NU atau Muhammadiyah tetapi saya hanya fokus untuk belajar.
Mutiara Jati Abdawiyah (2006040021)
BalasHapusMenurut pandangan pribadi saya, antara Muhammadiyah dan NU bukanlah menjadi suatu perbedaan yang menimbulkan permasalahan. Melanjutkan perkuliahan di Universitas muhammadiyah bukan menjadi permasalahan karena niat saya adalah menuntut ilmu, walaupun saya NU namun tidak mendapatkan diskriminasi apapun ketika saya berkuliah di universitas muhammadiyah. Maka,dalam hal ini saya hanyalah seorang yang netral, tidak terlalu mementingkan antara muhammadiyah ataupun NU
Aestitie Qoulam Fati’ah
BalasHapusMenurut saya tidak ada batasan bagi seseorang untuk memilih organisasi Islam baik itu Muhammadiyah maupun NU. Baik Muhammadiyah ataupun NU sama2 beribadah kepada Allah dan menjadi umat islam. Jadi tidak ada masalah apakah orang Muhammadiyah menempuh pendidikan di NU atau sebaliknya.
Farel Eki Alifauzan_2006040003
BalasHapusSaya tidak terlalu mempermasalahkan perihal ini karena mau bagaimanapun selama background nya ahlu sunnah wal jamaah itu sah-sah saja. Untuk masa kecil saya di lingkungan NU sampai SMP dan menerima2 saja terkait ajaran mereka, dan aliyah sampai kuliah di Muhammadiyah tidak merasa diksriminasi apapun dan tetap enjoy dalam beribadah.
N. Al Ngizati Ngama Yasudah 2006040007
BalasHapusTulisan ini sangat sesuai dengan realita saya saat ini. Walaupun dilingkup Muhammadiyah bukan berarti saya tidak mematuhi aturan yang ada tetap adanya toleransi dan kepatuhan selama hal yang saya Terima tidak melanggar. Sebagaimana untuk menuntut ilmu tidak memandang Muhammadiah atau lainnya akan tetapi dstu banyak ilmu yang didapatkan bukan dari perbedaan ilmu tidak dicari. Tidak ada batasan untuk mencari ilmu harus di kawasan sesuai dengan banomnya
Anisa Suryani 2006040025
BalasHapusMenurut saya mau NU maupun Muhammadiyah tetap tidak ada perbedaan di lingkungan kampus Universitas Muhammadiyah Purwokerto ini, karena selain toleransi yang tinggi, lingkungan mahasiswa dan dosen pun tidak terlalu memikirkan suatu perbedaan tersebut. Karena kita satu tujuan yang sama yaitu beribadah kepada Allah SWT..
Zaky Syafiqur Ridha (2006040022)
BalasHapusIlmu merupakan aset yang berharga bagi setiap orang yang ingin maju..., Selama itu baik tidak masalah ilmu dari mana didapatkan ilmu sangatlah luas, pembelajaran tidak hanya dapat di dapat di dalam kelas.., proses berkehidupan merupan proses belajar untuk mendapat ilmu, baik NU maupun Muh samsama ormas yang baik yang pada dasarnya juga pasti sama sama mencapai kecerdasan umat bangsa dan negara