Agama adalah suatu hal yang mengatur
ibadah setiap orang yang mempercayainya tergantung dengan agama apa yang dianut
oleh orang tersebut. Agama sangat penting di dalam kehidupan bermasyarakat,
karena agama mengatur semua kegiatan manusia yang mana agama selalu mengajarkan
kebaikan pribadu dan bersosial. Agama tidak hanya satu saja, tetapi banyak
agama yang telah beredar di masyarakat global.
Masyarakat pun memiliki
keberagaman yang cukup banyak dan hampir tidak memiliki kesamaan antar orang
satu dengan orang yang lainnya. Namun, agama yang diakui di Indonesia hanya ada
6. Walaupun hanya ada 6, tetapi hal itu sudah memberikan perbedaan di kalangan
masyarakat. Saya mau berbicara tentang keberagaman agama yang ada di sekitar
saya.
Saya tinggal di daerah Tegal,
sebuah kota yang terbilang sebagai kota “lewatan” atau kota yang hanya dilewati
begitu saja. Tegal, mayoriyasnya masih dengan agama Islam, namun tidak sedikit
juga dengan agama yang lain. Agama lain yang terbilang banyak di Tegal adalah
Kristen dan Konghucu. Kedua agama ini memiliki eksistensi yang terbilang cukup kuat,
karena keduanya sudah seperti “budaya” yang ada di Tegal.
Budaya yang dimaksud seperti
perayaan hari besar mereka, seperti Konghucu saat Imlek dan Kristen saat malam
Natal. Konghucu di Tegal dapat terlihat di beberapa daerah, contohnya di Kota
Tegal, jika Konghucu memiliki hari besar, meraka akan membuat parade atau arak
arakan di sekitar jalan kota yang dekat dengan rumah ibadahnya yang biasa
disebut “Klenteng”. Walau menimbulkan arus lalu lintas terhambat atau padat
sampai kadang macet, hal ini tidak menimbulkan sebuah “kemarahan” kepada umat
beragama yang lain. Karena itu sudah dianggap acara tahunan yang sudah biasa
dilakukan. Adapun umat beragama yang lain, kadang mereka menonton dan
meramaikan acara tersebut, karena biasanya disana tetap menyediakan makanan
halal untuk umat muslim. Acara pun bisa dinikmati oleh setiap orang tanpa adanya
kecemburuan atau kericuhan umat beragama.
Beberapa hal yang saya sebutkan
di atas berada di wilayah Kota, adapun acara yang diadakan pada bagian
Kabupaten, tidak ada yang berbeda dari kegiatan yang diselenggarakan di Kota,
namun di Kabupaten terasa lebih ramai dari pada di Kota. Pada suatu waktu, pada
hari besar Konghucu, mereka mengadakan pawai atau parade yang di gelar di jalan
utama. Alhasil acara tersebut menyebabkan kemacetan dan sampai akhirnya menutup
jalan. Setelah acara selesai jalan kembali normal.
Berbeda dengan Kristen, mereka
mungkin tak mengadakan acara seperti Konghucu di malam Natal, tetapi mereka tetap
mementingkan kelancaran arus lalu lintas dengan meminta bantuan kepada polisi
agar arus lalu lintas tetap berjalan , walau sedikit padat. Umat Kristen tak membuat
acara seperti Konghucu, namun mereka di Tegal tetap mementingkan kemaslahatan bersama seperti menjaga arus
lalu lintas agar tidak menyebabkan kemacetan. Namun tal hanya dua agama
tersebut, ada pula Hindu dan Budha, namun eksistensi mereka tak banyak
dirasakan umat beragama yang lain, karena Hindu dan Budha tak banyak mengadakan
acara besar.
Umat Islam sendiri yang terbilang
mayoritas di Tegal pun tak terhindarkan dari mengadakan sebuah acara, mengingat
Islam memiliki banyak sekali tanggal-tanggal besar, mulai dari Isra’ Mi’raj,
Ramadhan, Tahun baru Islam (Muharraman) dan masih banyak yang lainnya. Namun,
karena terbilang Mayoritas, ketika Umat Islam mengadakan acara seringkali
menyebabkan kemacetan hingga macet total pun pernah terjadi karena sebuah acara
besar. Hal ini dapat memicu ketidaksukaan kepada Umat Islam. Dari yang saya
lihat Unat beragama yang lain tak merasa keberatan dengan semua acara besar
yabg diadakan oleh unat muslim di Tegal, karena memang mungkin mereka sudah
terbiasa dengan keadaan yang ada di Tegal itu.
Ketika melihat kebelakang, memang
tak pernah terjadi kericuhan atau keributan antar umat beragama. Namun untuk
menghindari itu, sehsrusnya sebagai umat Islam mayoritas di Tegal mampu untuk
meminta bantuan kepada polisi agar lalu lintas tetap terjaga dan lancar. Tak
hanya itu, karena menjaga perasaan Umat beragama lainnya pun diharuskan karena
jika tidak dapat menjadikan keributan di Tegal tentang agama.
Islam sendiri yang berada di
Tegal ada dua organisasi masyarakat yang besar, yaitu Nadhatul Ulama dan
Muhammadiyah. Menurut saya, hal ini termasuk keberagaman karena terdapat
perbedaan yang signifikan didalam organisasi tersebut. Nadhatul Ulama sendiri
sering mengikuti pemerintah dalam masalah penetapan waktu puasa, sedangkan
Muhammadiyah memiliki cara tersendiri, dan itu disebut Tajdid oleh mereka.
Dalam hal ini saja sudah memberikan kesan berbeda kepada Nadhatul Ulama dan
Muhammadiyah. Sangat disayangkan, beberapa oknum dari kedua Organisasi tersebut,
ada yang saling menjatuhkan, dan ada pula yang menjadi oknum mengkambing
hitamkan kedua organisasi masyarakat tersebut.
Perbedaan tersebut cukup menjadi sebuah
keributan antara organisasi masyarakat, namun perlu kita ketahui, hal itu
dilakukan oleh oknum saja bukan sebagian atau semua organisasi masyarakat. Perbedaan
ini seharusnya dihindari karena mampu menyebabkan perpecahan umat Islam. Memang
perbedaan tak bisa dihindarkan ketika ada sebuah keberagaman, namun setidaknya
kita menghindari perpecahan dengan menghindari pula sebuah perbedaan yang mampu
menyebabkan perpecahan.
Semua yang disebutkan bukan hanya
untuk menghindari perpecahan yang ada di sebuah organisasi masyarakat, tetapi
menghindari perpecahan di tingkat umat beragama yang lainnya. Hal ini bertujuan
agar tentram kehidupan beragama di Tegal, karena Tegal juga termasuk yang
memiliki banyak beragam agama dan agama yang dimaksud adalah agama yang diakui
oleh Indonesia.
Dari setiap apa yang dilakukan
oleh setiap Umat beragama pasti menginginkan ketentraman hidup dan beragama,
maka dari itu kita diharuskan menjaga kerukunan
dalam beragama. Jangan sampai kita sebagai umat beragama menjadi oknum
kejahatan yang membuat umat beragama lain Membenci dan memusuhi. Tidak hanya di
Tegal namun kita harus menjadi umat beragama yang baik dan toleransi terhadap
umat beragama lainnya.
Toleransi disini bukan dengan
mengikuti ajaran mereka. Toleransi yang dimaksud cukup memberi umat beragama
lain untuk bebas melaksanakan ibadahnya tanpa gangguan, sebagaimana kita
sebagai umat beragama juga menginginkan ketenangan dan kebebasan dalam
beragama. Hanya sebatas itu dan tidak lebih. Untuk menikmati acara besar yang
dilaksanakan menueut saya tidak mengapa, karena kebanyakan acara besar yang
dibuka untuk umum hanyalah “pasar” atau bazar-bazar yang berisi perdagangan
tanpa adanya suatu ritual yang sakral.
Jadi menurut saya, dinamika Keagamaan
yang terjadi di Tegal, tidak sampai membuat perpecahan, namun banyak sekali
acara yang diselenggarakan tetap berjalan dan tidak mengganggu lalu lintas
maupun mengganggu umat beragama lainnya. Sampai sekarang belum pernah terdengar
masalah tentang keberagaman agama di Tegal.
Keberagaman tidak selamanya
dipenuhi dengan keributan, kerusuhan dan perpecahan antara satu dengan yang
lain. Keberagaman sangat bisa dilaksanakan dengan tenang, aman, damai, dan tenteram
bila satu sama lain mau dan mampu menghormati perbedaannya. Mau dan mampu menghormati
dengan kata lain mau dan mampu untuk menerima apa yang mereka lakukan dengan
syarat tidak merugikan orang lain.
Begitu juga pada keberagaman umat
beragama. Saling toleransi dan menghormati adalah kunci terciptanya ketenangan,
kedamaian dan ketenteraman. Bukan berarti kita harus mengikuti agama yang lain,
kita hanya perlu menghormati ajaran mereka dan memberikan mereka kebebasan
dalam beragama, seperti halnya ketika kita mau melaksanakan ibadah dengan
tenang, nyaman, aman, damai, dan tenteram.
Penulis : Mohamad Fadhli Azriel
Hammed (mahasiswa Prodi Hukum
Ekonomi Syariah Universitas Muhammadiyah Purwokerto)