Sebentar lagi
kita akan berjumpa dengan bulan Ramadhan, dimana di bulan yang suci ini umat
Islam berbondong-bondong mengamalkan amal ibadah, baik ibadah wajib maupun
ibadah sunah. Pada bulan Ramadhan tentu ibadah yang dinantikan adalah Shalat
tarawih, karena hanya dilakukan pada bulan suci ini. Namun, sering kita jumpai
rakaat Shalat tarawih yang berbeda, yaitu 11 rakaat dan 23 rakaat
Seperti yang kita
ketahui di Indonesia terdapat dua organisasi besar Islam, yaitu Muhammadiyah
dan Nahdlatul Ulama. Perbedaan dasar dari dua organisasi ini yaitu,
Muhammadiyah dikenal dengan istilah pemurnian Islam dan gebrakannya dalam dunia
Pendidikan. Sedangkan, Nahdlatul Ulama dikenal dengan toleransinya terhadap
tradisi-tradisi yang ada di Indonesia. Walaupun memiliki perbedaan tidak
menjadi penghalang kedua organisasi ini menjadi organisasi besar dan
berpengaruh bagi muslimin di Indonesia.
Salah satu perbedaan antara dua organisasi ini adalah perbedaan rakaat
pada Shalat tarawih. Di mana Muhammadiyah melaksanakan 11 rakaat dan Nahdlatul
Ulama 23 rakaat, sudah termasuk Shalat witir 3 rakaat. Mengapa hal tersebut
bisa terjadi, hal tersebut terjadi karena mereka menggunakan dalil yang
berbeda.
Umat Muhammadiyah
mengerjakan salat tarawih 11 rakaat, yang pelaksanaannya empat kali (yang
masing-masing dua rakaat). Dasar dalil Muhammadiyah tentang Shalat tarawih 11
rakaat berpegang kepada Hadist Nabi SAW Riwayat Al-Bukhari dan Muslin dari
Aisyah r.a. dan lain-lain yang sahih, tidak merujuk kepada pendapat Ulama. Di
antara hadits-hadits itu antara lain “dari Abi Salamah ibnu Abdir-Rahman
(dilaporkan) bahwa ia bertanya kepada Aisyah tentang bagaimana Shalat
Rasulullah saw. di bulan Ramadhan. Aisyah menjawab : Nabi saw. tidak pernah
melakukan Shalat sunah (tathawwu’) di bulan Ramadhan dan bulan lainnya lebih
dari sebelas rakaat. Beliau Shalat empat rakaat dan jangan engkau tanya
bagaimana indah dan panjangnya, kemudian beliau Shalat lagi empat rakaat, dan
jangan engkau tanya bagaimana indah dan panjangnya. Kemudian beliau Shalat lagi
tiga rakaat …” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Lalu hadist
lainnya yaitu, beralasan Hadist Ibnu Umar yang mengatakan : “seorang lelaki
bangkit berdiri lalu menanyakan: “Bagaimana cara Shalat malam, hai Rasulullah?”
Jawab Rasulullah: “Shalat malam itu dua rakaat dua rakaat. Jika engkau khawatir
akan terkejar subuh, hendaklah engkau kerjakan witir atau satu rakaat saja.”
(HR. Jama’ah). Setelah Shalat tarawih umat Muhammadiyah menjalankan tiga rakaat
witir, dasar hukumnya adalah hadist dari Aisyah yaitu, “Aisyah menerangkan:
“Adapun Rasulullah mengerjakan Shalat witir tiga rakaat dengan tidak
dipisah-pisahkan.” (HR. Ahmad, Baihaqi, dan Hakim mengatakan bahwa hadist sahih
menurut persyaratan Bukhari dan Muslin). Dan itu adalah beberapa dalil atau
hadist yang menjadi dasar umat Muhammadiyah menjalankan Shalat tarawih 11
rakaat.
Sedangkan,
Nahdlatul Ulama melaksanakan Shalat tarawih 20 rakaat. Dasar hukum yang
digunakan NU tentang salat tarawih secara berjemaah adalah mengikuti tuntunan
dari Umar bin Khattab. Salah satu sahabat nabi tersebut menjalankan tarawih 20
rakaat ditambah 3 rakaat witir, dengan dasar dalil berikut. “Rakaat Shalat
tarawih itu tidak dibatasi berapa jumlahnya, maka 23 rakaat itu boleh.
Rasulullah bersabda “Siapa yang menjalankan qiyam Ramadhan karena beriman dan
mengharapkan pahala dari Allah, maka dosa-dosanya (yang kecil) yang telah lalu
akan diampuni.”. Lalu sebagaimana telah disebutkan dalam kitab al-Muwaththa’,
juz 1, yang artinya: “Dari Yazid bin Hushaifah, “Orang-orang (kaum muslimin)
pada masa Umar melakukan Shalat tarawih di bulan Ramadhan 23 rakaat.”.
Kemudian, hadist
mauquf Riwayat Al-Bukhari dan Muslim. Di mana ‘Umar bin Khattab r.a.
memerintahkan ubay bin Ka’ab untuk menjadi imam Shalat tarawih di masjid. Dan
ternyata Ubay dan para sahabat lain Shalat tarawih 20 rakaat. Dan tidak ada satu
pun sahabat yang memprotes hal itu. Padahal pada waktu itu Sayyidah Aisyah,
‘Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, A;I bin Abi Thalib, Abu Hurairah. Dan
sahabat senior lain masih hidup.”. Setelah Shalat tarawih, Umat Nahdlatul Ulama
mengerjakan Shalat witir 3 rakaat. Dasar hukum yang digunakan adalah kitab
Halat al-Tarawih fi Masjid al-Haram, yang menerangkan bahwa Shalat tarawih di
Masjidil Haram sejak masa Rasulullah, Abu Bakar, Umar, Utsman, dan seterusnya
sampai sekarang selalu dilakukan 20 rakaat dan 3 rakaat witir.
Itu adalah
penjelasan dasar dalil yang digunakan oleh Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama.
Dan alasan mengapa jumlah rakaat Shalat tarawih mereka berbeda. Namun, bukan
berarti satu benar dan yang satu salah. Memang perbedaan itu menjadi perdebatan,
tetapi perbedaan itu tidak masalah, karena sama-sama mengandung nilai-nilai
kebaikan.
Penulis : Hermia Setya Nabila (Mahasiswa Prodi Sastra Inggris Universitas
Muhammadiyah Purwokerto)