Muhammadiyah menjadi suatu gerakan yang bisa
dibilang minoritas di Desa Karangbangka Rt 03 Rw 02, Sokaraja. Di wilayah
tersebut 99% masyarakatnya merupakan Gerakan Nahdlatul Ulama. Di Rt 03 yang
mengikuti Gerakan Muhammadiyah hanya satu keluarga yaitu yang kami jadikan
narasumber (Pak Partono).
Pak Partono merupakan Ketua Pimpinan Cabang
Muhammadiyah Sokaraja yang telah menjabat selama tiga periode, yaitu dari
2005-2010, 2010-2015, dan 2015-2020. Akan tetapi karena pandemic Covid-19,
beliau masih tetap menjabat hingga musyawarah cabang yang nantinya akan
dilaksanakan pada bulan Agustus 2023. Pengalaman menjabat beliau penuh dengan
suka cita. Sebenarnya periode kedua pada tahun 2010-2015 bukanlah Pak Partono
yang menjadi Ketua PCM Sokaraja melainkan pada saat itu yang tepilih rekannya,
namun tidak dapat dipungkiri terdapat kendala yang mengakibatkan beliau harus
diberhentikan sehingga Pak Partono Kembali menjabat sebagai Ketua PCM Sokaraja.
Kemudian pada periode ketiga yaitu pada tahun 2015-2020, Pak Partono mengalami
kembali kejadian yang serupa dengan periode lalu, dikarenakan Ketua PCM yang
saat itu terpilih rekannya kembali, namun harus fokus menjadi Kepala Sekolah, terpaksa
melepaskan jabatannya sebagai ketua PCM Sokaraja.
Selama beliau menjabat, telah terlaksana
beberapa program sebagai Ketua Pimpinan Cabang Muhammadiyah, diantaranya: pertama,
pada tahun 2005 yaitu mendirikan panti asuhan yang bernama Panti Asuhan
Muhammadiyah Sokaraja. Kedua, pada tahun 2010, mendirikan Pondok Pesantren
Darul Arqom Sokaraja berlokasi di Pejaten. Ketiga, pada periode 2023 sedang
dibangun Kantor Cabang Muhammadiyah, Aisyiyah, dan panti asuhan. Dana yang
digunakan untuk pembangunan tersebut berasal dari orang yang mewakafkan
tanahnya, kemudian ada juga dari orang-orang yang menyumbangkan sebagian
hartanya untuk pembangungan kantor tersebut.
Ketiga ortom ini sering mengadakan kegiatan
sosial di lingkungan, seperti sholat subuh berjamaah di masjid At-Tajdid,
melakukan kegiatan gotong royong membersihkan lingkungan sekitar yang dilakukan
oleh anak-anak panti asuhan guna menjaga kerukunan antar warga, serta membagikan
sembako kepada masyarakat menjelang hari raya idul fitri. Walaupun dalam
lingkungan Bapak Partono hanya beliau yang Muhammadiyah, namun beliau tetap
menjalin hubungan baik dengan tetangga-tetangga.
Para tetangga pun sudah memahami hal tersebut
dan tidak mempermasalahkannya. Misalnya ada kegiatan tahlilan, tetangga
tersebut karena sudah mengetahui, jadi tidak mengundang Pak Partono. Beda
dengan hajatan, Pak Partono tetap menghadiri undangan tersebut hanya untuk
menghargai dan memberikan amplop yang berisi uang lalu pamit untuk tidak
mengikuti kegiatan yang sering dilakukan oleh NU. Adapun dampak dari beliau
tinggal di wilayah yang masyarakatnya mayoritas NU ini tidak ada, karena semua
warga disana sudah mengetahui pak Partono sendiri, sedangkan untuk kelebihan
pak Partono tinggal disana yaitu merasakan perbedaan namun hal tersebut menjadi
faktor untuk memperat silahturami. Tidak ada satupun yang membuat Pak Partono
tidak suka tinggal disana ataupun sebaliknya, karena kuncinya adalah mereka
saling memahami dan mengerti terhadap masing-masing gerakan yang dianut.
Penulis : Siti Rukoyah, Athallah Pasca
Ramadhan, Winda Putri Prasmayanti, Dea Amelia (penulis mahasiswa Prodi Hukum
Ekonomi Syariah Universitas Muhammadiyah Purwokerto)