Pada era society
5.0 segala sesuatunya memerlukan perkembangan dan kemajuan dalam berbagai
aspek, salah satunya yaitu Muhammadiyah. Muhammadiyah mulai meghadapi tantangan
yang sudah menghadang di depan mata. Kehidupan modern yang sekaligus dibuntuti
globalisme menjadi tantangan berat bagi para kader. Konflik yang lahir akibat
dari radikal bebas dalam beragama semakin berdampak pada pergerakan kaderisasi
Muhammadiyah. Belum lagi kondisi negeri yang sedang bangkit kembali pasca
pandemi beberapa tahun lalu. Tidak hanya aspek ekonomi maupun sosial budaya
yang terdampak, namun muhammadiyah juga tidak lepas dari dinamika masalah dan
tantangan umat beragama.
Muhammadiyah
harus dikembangkan lebih lanjut sekarang dan di masa depan. Jika ingin ikut
serta memajukan umat, bangsa dan dunia kemanusiaan secara universal, maka Muhammadiyah
sendiri harus maju terlebih dahulu. Para pemimpin muhammadiyah juga harus
memahami apa perannya dan apa yang ingin dilakukannya untuk memajukan
Muhammadiyah sekarang dan di masa depan. Muhammadiyah harus hadir memenuhi
perannya sebagai gerakan dakwah dan tajdid yang berkemajuan. Tentu juga memiliki
agenda strategis antara lain: memperkaya dan mengaktifkan secara rutin kegiatan
pembangunan keagamaan dalam kerangka Tarjih, Tajdid dan Tabligh yang dinamis
dan transformatif. Menggerakkan semua sumber daya yang berpeluang sehingga memungkinkan
untuk memperkuat kemajuan gerakan unggul.
Dengan banyaknya
tantangan berat yang akan dihadapi maka para pemimpin muhammadiyah memiliki
peran khusus dalam melakukan aksi kaderisasi supaya langkah-langkah yang akan
dilakukan berjalan stategis dan terkoordinir. Muhammadiyah harus bangkit dari zona
nyaman jika ingin hadir karena gerakan Islam sedang berkembang. Upaya besar
tidak boleh membuat para pemimpin Muhammadiyah berhenti tanpa berjuang untuk
memperkuat, meningkatkan dan mengembangkan secara lebih menyeluruh. Mengamalkan
upaya dakwah dan tajdid menjadi misi gerakan yang berkualitas dan unggul.
Terwujudnya masyarakat Islam dengan keasliannya menjadi tujuan gerakan ini
dalam konteks kehidupan bangsa dan dinamika global di era society 5.0 yang
penuh dengan tantangan kompleks.
Demi menjawab tantangan yang kompleks, maka
muhammadiyah membentuk gerakan sosial untuk membantu kaum dhuafa, fakir miskin,
dan para anak yatim. Hal ini sangat berperan membantu pemerintah dalam
menangani masalah kemiskinan dan kesenjangan sosial yang terjadi di Indonesia.
Gerakan sosial yang dibentuk diantaranya, lembaga pendidikan, lembaga
kesehatan, lembaga soial, lembaga keuangan, lembaga hukum dan lembaga
kaderisasi. Pada lembaga pendidikan, muhammadiyah sangat berperan penting bisa
ditandai dengan banyaknya sekolah dan perguruan tinggi muhammadiyah yang
beroperasi. Lembaga kesehatan telah membangun banyak rumah sakit dan balai pengobatan.
Lalu untuk lembaga sosial, muhammadiyah telah membangun amal usaha panti asuhan
dan panti jompo. Kemudian lembaga keuangan, terdapat amal usaha Lazismu, BTM
dan ada beberapa majelis ekonomi. Lembaga hukum juga turut melengkapi gerakan
sosial muhammadiyah diantaranya terdapat pengadilan. Lembaga kaderisasi juga
berperan pennting, fokus pengkaderan amal usaha di pendidikan diantaranya
kepala sekolah dan guru, bidang kesehatan diantaranya tim medis. Sudah banyak
amal usaha yang terbentuk tinggal melakukan perluasan. Terdapat juga gedung
dakwah sebagai penunjang gerakan dakwah muhammadiyah yang dilakukan secara
dinamis.
Yang membedakan
antara muhammadiyah dengan ormas lain yaitu muhammadiyah lebih unggul dari segi
keilmuan terbukti dengan ada banyaknya sekolah dan perguruan tinggi
muhammadiyah. Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah amar ma’ruf nahi munkar jadi
berprinsip pada ajaran-ajaran agama yang dikembalikan pada quran dan hadits.
Disebut juga gerakan tajdid atau pembaharuan, jadi yang dulunya dalam
menjalankan ajaran islam belum sesuai dengan quran dan hadits maka bisa
dikatakan dengan gerakan dakwah amar ma’ruf nahi munkar. Baik muhammadiyah
maupun organisasi masyarakat yang lain tujuannya sama yaitu melakukan penegakan
ajaran islam yang sebenar-benarnya. Muhammadiyah dengan ormas lain perbedaanya
hanya namanya saja namun untuk arah dan tujuannya sama.
Lalu mazhab apa
sih yang digunakan muhammadiyah sebagai acuan menjalankan ajaran islam?
Muhammadiyah tidak terlalu fanatik terhadap salah satu mazhab. Ajaran islam
yang menjadi paham muhammadiyah yaitu dengan berkiblat pada ajaran rasulullah
yang bersumber pada Al-Quran dan hadits. Kemudian, berhubung dengan
muhammadiyah yang melakukan gerakan tadjid dimana bahwa tajdid sendiri berarti
kembalinya iman dan ibadah kepada kemurniannya sesuai dengan sunnah Nabi
Muhammad saw. Mensucikan ibadah berarti menembus ke dalam tuntunan mereka untuk
menemukan bentuk yang paling tepat atau paling dekat dengan sunnah
rasulullah. Muhammadiyah terbuka untuk kritik dan toleran terhadap
pandangan agama lain. Pandangan ini membuat fatwa yang dikeluarkan oleh Majelis
Tarjih menjadi tidak paling benar dan menyalahkan pihak lain. Beberapa
alasan tersebut menjadi alasan sehingga muhammadiyah tidak berpihak pada mazhab
manapun.
Menganai masalah
mengapa muhammadiyah tidak melakukan tahlilan untuk memperingati atau mendoakan
kematian seseorang. Yang dilarang oleh Muhammadiyah adalah upacara yang
berhubungan dengan kematian seperti 7, 40, atau 100 hari seperti yang dilakukan
oleh umat Hindu. Selain itu, mereka harus mengeluarkan banyak uang, terkadang
meminjam dari tetangga dan kerabat, yang membuatnya tampak seperti tabzir (mubazir).
Praktik seperti itu sudah dilarang pada masa Nabi Muhammad. Namun, banyak
membaca tahlil merupakan amal ibadah yang sangat baik, sehingga orang yang
memperbanyak tahlil dijamin masuk surga dan diharamkan masuk neraka. Tentu
saja, hanya mengatakan atau melafalkan saja tidak cukup, tetapi harus membawa
pikiran saat membaca dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari yakni dengan
memperbanyak amal sholeh dan menghentikan segala macam syirik, baik syirik
besar maupun syirik kecil, yang dalam istilah Muhammadiyah yaitu meninggalkan
TBC: takhayyul, bid’ah dan khurafat.
Perdebatan lain
juga bermunculan mengenai masalah mengapa muhammadiyah tidak mengamalkan qunut.
Menurut Majelis Tarjih memilih untuk tidak melakukan doa qunut karena melihat
hadis-hadis tentang qunut Subuh dinilai lemah dan banyak diperselisihkan oleh
para ulama. Di samping itu terdapat hadis yang menguatkan tidak adanya qunut
Subuh dan tidak disyariatkan. Karena itu tidak perlu untuk diamalkan.
Dalil-dalil yang menyatakan adanya doa qunut seperti riwayat Abu Dawud,
at-Tirmidzi, riwayat an-Nasa’i, riwayat Ahmad dan riwayat Ibnu Majah dipandang
kurang kuat karena ada perawi-perawi yang dipandang dhaif.
Demikian opini
naratif mengenai dinamika muhammadiyah pada era society 5.0. Semoga kita
sebagai umat islam tetap istiqomah dalam menjalankan ajaran islam yang tetap
bersumber pada Al-Quran dan Sunnah Rasul. Organisasi masyarakat manapun hanya
sebagai penunjang kita dalam melakukan amalan dan usaha dalam bersosialisasi.
Apapun organisasi masyarakat yang membedakan hanya namanya saja namun arah dan
tujuannnya sama yaitu menegakan ajaran islam yang sebenar-benarnya.
Penulis : Prina Naura Salsabila (mahasiswa Prodi Sastra
Inggris Universitas Muhammadiyah Purwokerto)