Secara etimologis Muhammadiyah berarti
pengikut nabi Muhammad, yang mana berasal dari bahasa Arab “Muhammad+ya
nisbiyah.” Sedangkan secara terminologi berarti gerakan Islam. Jadi
Muhammadiyah merupakan sebuah gerakan pembaruan sosial yang berbasis
nilai-nilai keagamaan Islam. Muhammadiyah sendiri mendefinisikan dirinya
sebagai “Gerakan Islam, dakwah amar makruf nahi munkar dan tajdid, bersumber
kepada al-Quran dan as-Sunnah, serta berasas Islam." Organisasi ini muncul
pertama kali pada periode pergerakan kebangsaan setelah Budi Utomo, Sarekat
Islam, Sarekat Dagang Islam, Indische
Partij, hingga akhirnya Muhammadiyah.
November (18 November 1912 M) atau bulan
Dzulhijjah (8 Dzulhijjah 1330 H) merupakan peristiwa penting bagi berdirinya
Muhammadiyah. Organisasi yang dirintis oleh seorang Kyai dari Kauman,
Yogyakarta, yang dikenal dengan nama Kyai Haji Ahmad Dahlan atau Muhammad
Darwis. Terhubungnya Kyai Haji Ahmad Dahlan dengan sahabat-sahabat dari Boedi
Oetomo, terutama R. Budihardjo dan R. Sosrosugondo, menjadi awal lahirnya
Muhammadiyah. Selain itu juga setelah berguru kepada para ulama Indonesia dari
Mekkah, antara lain Syekh Ahmad Khatib dari Minangkabau, Kyai Nawawi dari
Banten, Kyai Mas Abdullah dari Surabaya, dan Kyai Fakih dari Maskumambang,
lahirlah konsep gerakan ini.
Sebagai organisasi , Muhammadiyah mengajukan
pengesahannya pada tanggal 20 Desember 1912 dengan mengirim ”Statuten
Muhammadiyah” (Anggaran Dasar Muhammadiyah) yang kemudian disahkan sebagai
organisasi oleh Gubernur Jenderal Belanda pada 22 Agustus 1914.
Berikut kutipan dari website Muhammadiyah
yang menjelaskan mengapa organisasi ini didirikan yaitu: (1) membersihkan Islam
di Indonesia dari pengaruh dan kebiasaan yang bukan Islam, (2) reformulasi
doktrin Islam dengan pandangan alam pikiran modern, (3) reformulasi ajaran dan
pendidikan Islam, (4) mempertahankan Islam dari pengaruh dan serangan luar.
Pembaharuan dilakukan Muhammadiyah di bidang politik, agama, pendidikan, dan sosial. Untuk memperjuangkan kemerdekaan nya, Muhammadiyah melalui
gerakan-gerakan pendidikan berusaha memerangi kebodohan dengan menghasilkan
manusia yang baik dan bermartabat
Muhammadiyah mengelola dengan baik dan terstruktur manajemennya mulai dari
tingkat pusat, provinsi, kabupaten, kecamatan, bahkan ke desa-desa. Tiap
tingkatan juga selalu ditangani dengan baik. Muhammadiyah menggunakan manajemen
yang terstruktur untuk membantu semua usaha dakwahnya. Gerakan Muhammadiyah
memiliki ciri semangat membangun tata sosial dan pendidikan masyarakat yang
lebih maju dan terdidik. Menunjukkan ajaran Islam bukan hanya agama yang
bersifat pribadi dan statis tetapi juga dinamis.
Gerakan Muhammadiyah meluas ke seluruh
Indonesia, termasuk Kabupaten Purbalingga, Provinsi Jawa Tengah. Untuk mencapai
semua tujuan yang telah dicanangkan, Muhammadiyah memiliki peran dalam
kehidupan masyarakat Purbalingga. Pembangunan sekolah, mulai dari tingkat SD
hingga SMA, merupakan salah satu tanggung jawabnya di bidang pendidikan. SMK
Muhammadiyah Bobotsari adalah salah satu contohnya. Di pusat kota Bobotsari dan
Purbalingga dibangun fasilitas kesehatan PKU Muhammadiyah. Di desa Penambongan
juga terdapat Panti Asuhan Mandhanisiwi PKU Muhammadiyah.
Dalam Muhammadiyah, orientasi keagamaan yang
dibawa oleh para guru kepada pendiri Muhammadiyah adalah soal Reformisme
(Tajdîd) Islam, Puritanisasi atau Purifikasi (pemurnian) ajaran Islam, Islam
Rasional, dan Pembaruan sistem pendidikan Islam. Untuk faham keagamaan,
Muhammadiyah juga memiliki fahamnya sendiri. Dalam sholat subuh tidak membaca
qunut. Kemudian tidak membaca shalawat atau puji-pujian. Dalam shalat tawarih
mereka melakukannya dengan 8 rakaat. Ushalli tidak dibaca saat niat shalat.
Niat puasa dan wudhu tanpa dijahr-kan.
Ditempat kami memiliki kebiasaan untuk
melakukan selamatan atau kenduren dan tahlilan, tetapi untuk orang Muhammadiyah
mereka tidak melakukan hal tersebut. Saat dzikir juga harus
menggunakan suara yang pelan. Dengan
perbedaan-perbedaan tersebut, Muhammadiyah tetap eksis di Purbalingga. Mereka
tetap dengan fahamnya sendiri meski di Purbalingga Muhammadiyah itu minoritas.
Penulis : Nanda Zabrina Auberta (mahasiswa Program Studi
Manajemen S1, Universitas Muhammadiyah Purwokerto)