Muhammadiyah
merupakan salah satu organisasi islam non pemerintahan terbesar di Indonesia.
Nama ‘Muhammadiyah’ sendiri diambil dari nama Nabi Muhammad SAW. Didirikan oleh
KH Ahmad Dahlan pada 18 November 1912 yang memiliki tujuan untuk menjunjung
tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Tujuan
lain dari Muhammadiyah ialah untuk mempertahankan dan juga memperkuat islam
dari serangan luar.
Pada
awal berdirinya Muhammadiyah, tujuan
organisasi ini adalah untuk untuk menyebarkan ajaran Islam, baik melalui
pendidikan maupun kegiatan sosial. Muhammadiyah pula memunculkan
praktik-praktik ibadah yang hampir belum pernah dikenal sebelumnya oleh
masyarakat, seperti salat hari raya di lapangan, mengoordinir pembagian zakat
dan sebagainya. Untuk mencapai tujuannya, Muhammadiyah mendirikan
lembaga-lembaga pendidikan, mengadakan rapat-rapat dan tabligh di mana
membicarakan Islam, mendirikan lembaga wakaf dan masjid-masjid serta
menerbitkan buku-buku, brosur-brosur, surat-surat kabar dan majalah.
Pada awalnya Muhammadiyah memiliki basis dakwah untuk wanita
dan kaum muda berupa pengajian Sidratul Muntaha. Selain itu, peran dalam
pendidikan diwujudkan dalam pendirian sekolah dasar dan sekolah lanjutan, yang
dikenal sebagai Hooge School Muhammadiyah. Yang lalu berganti nama
menjadi Kweek School Muhammadiyah, yang sekarang dikenal dengan nama
Madrasah Mu’allimin untuk laki-laki yang bertempat di Patangpuluhan kecamatan
Wirobrajan dan Madrasah Mu’allimaat untuk perempuan di Suronatan Yogyakarta.
Kini keberadaan organisasi Muhammadiyah telah tersebar luas
di Indonesia. Meski terhitung masih minoritas dibandingkan seluruh umat islam
yang di Indonesia namun penyebaran anggota dan pergerakan muhammadiyah telah
terdapat di seluruh pelosok Indonesia. Muhammadiyah juga mampu menerobos berbagai kelompok sosial,
seperti kelompok menengah ke atas, kaum terdidik, wirausahawan, profesional,
dan kelompok lainnya. Dengan keragaman latarbelakang anggota, maupun posisinya
selaku organisasi dakwah, Muhammadiyah menjadi lebih leluasa dalam bergerak
mengembangkan jamaah atau komunitas yang dibinanya serta dalam
menjalankan peran keumatan dan kebangsaan.
Seiring dengan berjalannya waktu dan proses perubahan sosial
yang cepat, Organisasi-organisasi keagamaan lain mulai masuk dan merambah
dengan progresif, sampai batas tertentu mengambil alih peran Muhammadiyah. Kelompok
komunitas baru pun lahir di sekitar Muhammadiyah baik di tingkat bawah dan
menengah maupun atas. Namun organisasi Muhammadiyah masih mampu bertahan di era
ini. Alasan utama Muhammadiyah mampu bertahan bahkan berkembang pesat hingga
kini lantaran mampu beradaptasi dengan zaman. Maka dari itu Muhammadiyah sering
diasosiasikan sebagai gerakan muslim modernis.
Zaman ke zaman telah berlalu, tantangan yang dihadapi oleh
Muhammadiyah semakin berat. Banyaknya tantangan yang menghadang dikarenakan
adanya gerakan sekularisme,
materialisme, liberalisme, dan globalisme yang melanda dunia kian progresif dan
kompleks. Akibat dari arus radikal-ekstrim dalam gerakan sosial-politik
dan keagamaan memunculkan konflik dan kekerasan di dalam organisasi. Adanya
Revolusi teknologi informasi dan kehadiran media sosial sebagai realitas baru tersebut
mengubah pemikiran dan relasi di antar masyarakat.
Kondisi kehidupan masyarakat pun semakin kompleks ditambah
dengan adanya pandemi covid-19 selama beberapa tahun kebelakang. Sebenarnya
yang menjadi masalah umat Islam masih bersifat klasik contohnya adalah
tertinggal secara ekonomi, belum bersatu secara politik, tertinggal dalam
penguasaan iptek, dan tidak memiliki strategi perjuangan yang
berorientasi ke depan untuk meraih kemenangan dan keunggulan. Dalam menghadapi
pandemi Covid-19 pun masih kontroversi seputar urusan-urusan elementer, padahal
masalah yang dihadapi akibat wabah ini sangatlah berat, termasuk korban jiwa
meninggal yang terbilang besar baik di Indonesia maupun dunia.
Muhammadiyah disini tentu tidak akan bisa lepas dari
dinamika, masalah, dan tantangan keumatan, kebangsaan, dan masalah global yang
berada di sekitarnya. Muhammadiyah juga dituntut untuk hadir menjalankan
perannya sebagai gerakan dakwah dan tajdid yang berkemajuan.
Di Jawa Tengah, Muhammadiyah sangat berperan dalam kehidupan
sehari-hari, contohnya adalah dengan banyaknya ruang pendidikan, rumah sakit,
balai pengobatan lalu ada pula rumah yatim piatu, usaha-usaha dan banyak amal
usaha lainnya yang didirikan oleh Muhammadiyah.
Di Pekalongan, Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) berhasil
mendirikan sebuah warung makan dengan nama “Warungmu” yaitu sebuah warung makan
gratis yang bisa dinikmati oleh berbagai umat. Warung makan ini ialah hasil dari
kerjasama Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Pekalongan bersama seluruh
komponen Muhammadiyah di Pekalongan. Warungmu ini adalah langkah nyata dari
Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Pekalongan untuk membantu masyarakat
Pekalongan di tengah Pandemi Covid-19. Karena semenjak Pandemi Covid-19
berlangsung banyak masyarakat yang kesulitan ekonomi dan butuh bantuan sehingga
Muhammadiyah Pekalongan mencoba membantu dengan menyediakan makan siang gratis.
Di Kutoarjo, Pimpinan Cabang Pemuda Muhammadiyah (PCPM)
melakukan pengabdian masyarakat dengan memberikan materi ketahanan pangan dan
pengelolaan sampah di masa pandemi. Hal tersebut dilakukan untuk membantu
masyarakat produktif di masa pandemi yang bisa dimulai dari skala rumah tangga.
Selain itu, kegiatan tersebut diupayakan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi yang
murah dan terjangkau bagi keluarga selama masa pandemi. Pada kegiatan tersebut
juga melibatkan beberapa mitra seperti Bengkel Tani Kutoarjo yang
mengembangkan Minahortigan sebagai sistem
peternakan dan pertaniannya juga sistem ember tumpuk yang mengolah sampah
organik menjadi pupuk organik cair.
Di Jepara, dua tahun silam, Desa Sumberejo Donorojo Jepara
dilanda banjir. Hal tersebut membuat Pimpinan Daerah ‘Aisyiyah (PDA) Jepara
memberikan bantuan sembako bagi para korban banjir. Pemberian bantuan tersebut
diterima oleh Petinggi Desa Sumberejo, Fakih yang mengucapkan terima kasih dan
syukur karena bisa mendapatkan perhatian dari ‘Aisyiyah. Bantuan yang diterima
berupa berkarung-karung beras dan paket-paket mie instan.
Lalu yang terakhir Di Wonosobo, Lembaga Amil Zakat Infaq
Shodaqoh Muhammadiyah (Lazismu) Wonosobo berperan serta dalam melalukan
monitoring dan mengeratkan program ke amil Lazismu yang ada di Kabupaten
Wonosobo. Progam ini dilakukan untuk menyinergikan program di tiap daerah. Di
antaranya, program penguatan
SDM, penyelarasan sistem, persiapan audit, target kesejahteraan amil, dan
target tahunan Lazismu. Begitulah dinamika atau gerakan Muhammadiyah yang
berada di Indonesia khususnya Jawa tengah. Semoga kedepannya gerakan
Muhammadiyah akan tetap berjalan dan hadir di tengah dinamika sosial baru
dengan menampilkan alternatif gerakan dakwah yang berkemajuan.
Penulis : Salsabila
Putri Khairunnisa (mahasiswa Prodi Manajemen Universitas Muhammadiyah Purwokerto)