Nahdatul
Ulama (NU) dan Muhammadiyah adalah dua organisasi dakwah yang sangat populer di
Indonesia. NU dikenal dengan toleransinya terhadap tradisi-tradisi yang ada di
Indonesia, sementara Muhammadiyah dikenal dengan istilah pemurnian Islam dan
gebrakannya dalam dunia pendidikan. NU dan Muhamadiyyah adalah organisasi
masyarakat terbesar yang ada di Indonesia. Awal berdirinya NU adalah
berkumpulnya para alim (cendekiawan) di Jombang diprakarsai oleh Mbah Hasyim
yang prihatin dengan keadaan penjajahan di Indonesia. Sedangkan Muhammadiyah
awalnya merupakan gerakan bernafaskan Islam diprakarsai oleh Muhammad Darwis,
atau kita kenal sebagai Mbah Dahlan yang memiliki concern terhadap Islam,
pendidikan, dan kesehatan.
Tidak
ada yang salah karena keduanya memiliki ciri khas masing-masing, pada dasarnya NU
dan Muhammadiyah sama-sama ingin memperkenalkan Islam dan ajarannya kepada semua
orang. Meskipun kita sering melihat adanya perbedaan arah dan kebijakan yang
berbeda dari keduanya. Namun, keduanya tetap berpijak pada Al-Qur’an.
Jujur
saja selama 23 tahun ini saya hidup di lingkungan yang berpaham NU dan hampir
tidak pernah mendengar Mushola atau Masjid yang diisi oleh Muhammadiyah.
Setelah 18 tahun sekolah saya mendaftar di Universitas. Entah apa yang ada
dipikiran saya waktu itu entah karena minat atau tidak ada pilihan lain lagi,
awal awal memang saya dipaksa beradaptasi dengan lingkungan ini yang. Rasanya
memang seperti salah jalan tapi ini adalah jalan yang benar. Awal sampai semester
ke-6 sudah dilewati tanpa adanya halangan berarti tibalah ketika saya melakukan
KKn di wilayah Jawa Barat yang tidak bisa saya sebutkan.
KKn
di Kota ini kelompok saya diterima dengan hangat oleh seluruh jajaran
pemerintahan dan masyarakat setempat. Kami pun sebagai pendatang harus
menunjukkan adab bermasyarakat yang benar karena membawa nama kampus, jangan
sampai nama kampus tercoreng karena hal hal tidak bertanggung jawab. Setiap
pagi, kami biasa melakukan program Gerakan Subuh yang diwajibkan oleh pihak
kampus dan ditunjuk lah salah satu dari kami menjadi imam. Karena Desa yang
kami tempati adalah penganut NU jadi kami sempat bingung perihal doa “qunut”
yang membedakan sholat subuh NU dan Muhammadiyah, kepala dusun membebaskan kita
yang terpenting kita tidak terbebani. Menurut pendapat pribadi saya Islam di
Jawa Barat agak “keras” dibandingkan dengan wilayah lainnya tapi memang
masyarakatnya baik hati, sama sekali tidak mempermasalahkan apapun.
Desa
sebelah yang ditempati oleh kelompok lain agak kurang beruntung karena
masyarakatnya agak kurang menerima mahasiswa yang sedang melaksanakan KKn,
sampai banner yang menunjukkan nama kelompok dan Universitas di tutup oleh
masyarakat ketika malam hari. Memang desa itu agak keras dalam islam
dibandingkan Desa lainnya sampai para mahasiswa tidak diberi izin menjadi imam
sholat subuh pada awalnya. Hal-hal seperti itu yang membuat para mahasiswa KKn sangat berhati hati dalam mengambil
keputusan.
Hal
itulah yang membuat kita memiliki 2 pandangan, pandangan tentang pemilihan
budaya NU atau Muhammadiyah pada pengajian kecamatan yang akan mahasiswa KKn
lakukan. Beberapa berpendapat jika para mahasiswa harus menghormati kebiasaan
masyarakat lokal yang menggunakan budaya NU. Sedangkan yang lain berpendapat
jika kita tetap harus menggunakan budaya Muhammadiyah karena yang mengadakan
adalah mahasiswa dari kampus Muhammadiyah, saya pun cenderung condong jika para
mahasiswa harus menggunakan budaya NU karena itu sudah menjadi kebiasaan.
Jangan sampai pengajian ini jadi blunder karena “berbeda” hanya karena kami (para
mahasiswa) memaksa menggunakan budaya Muhammadiyah.
Akhirnya
para mahasiswa setuju jika pengajian ini harus dilakukan oleh budaya NU, yang
masyarakatnya sudah terbiasa telebih ini wilayah dari NU. Ternyata memang
segala ketakutan itu hanya sekedar pikiran, masyarakat disana menerima segala
perbedaan yang ada. Tidak ada saling senggol antar ormas saat itu, semuanya
berjalan dengan lancar.
Perbedaan
Muhammadiyah dan NU ini masih berada dalam koridor toleransi dan tidak sampai
menimbulkan konflik yang bertujuan untuk membelah umat Islam, apalagi
mempertegas bahwa ormas ini lebih benar daripada yang lainnya. Bukankah NU dan
Muhammadiyah memilki tujuan yang sama yaitu memperkenalkan Islam ke
khalayak luas ?, tidak perlu saling
senggol untuk menunjukkan bahwa NU lebih besar dari Muhammadiyah ataupun
sebaliknya.
Menurut
saya, tidak masalah berbeda dalam pemilihan kepercayaan organisasi dalam Islam
karena pada dasarnya kita beribadah pada satu tuhan yang sama yaitu Allah SWT.
Jadikan Islam sebagai agama yang dicintai, tetap menjadi agama yang dinilai non
muslim sebagai agama yang lemah lembut. Kita sebagai umat muslim jangan mau di
adu domba oleh orang orang yang ingin melihat Islam terpecah belah, dan sebagai
muslim kita harus tetap bersatu.
Meskipun
saya sudah mulai mengerti budaya dan kebiasaan Muhammadiyah tapi saya tetap
berada di jalan NU, bukan berarti saya bilang kalau Muhamadiyah buruk. Cuma
saya sudah nyaman dengan NU yang sudah saya kenal sejak kecil. Pengalam Kampus
Muhammadiyah KKn di wilayah NU itu yang membuktikan pikiran saya itu salah,
bahwa perbedaan yang membuat Islam itu kuat terlebih Indonesia adalah negara
Heterogen dengan berbagai perbedaannya.
Tulisan
ini saya tulis dengan pengalaman dan pemikiran saya sendiri tanpa menilai buruk
dan merendahkan kaum manapun.
Penulis
: Rian Febrianto Pamungkas (mahasiswa Prodi Sastra Inggris Universitas Muhammadiyah
Purwokerto)