K.H. Ahmad Dahlan adalah
seorang pegawai kesultanan Kraton Yogyakarta sebagai seorang Khatib dan sebagai
pedagang. Melihat keadaan ummat Islam pada waktu itu dalam keadaan jumud, beku
dan penuh dengan amalan-amalan yang bersifat mistik, beliau tergerak hatinya
untuk mengajak mereka kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya berdasarkan
Qur`an dan Hadist. Oleh karena itu beliau memberikan pengertian keagamaan di
rumahnya di tengah kesibukannya sebagai Khatib dan para pedagang.
Mula-mula ajaran Muhammadiyah
ditolak, namun berkat ketekunan dan kesabarannya, akhirnya mendapat sambutan dari
keluarga dan teman dekatnya. Profesinya sebagai pedagang sangat mendukung
ajakan beliau, sehingga dalam waktu singkat ajakannya menyebar ke luar kampung
Kauman bahkan sampai ke luar daerah dan ke luar pulau Jawa. Untuk mengorganisir
kegiatan tersebut maka didirikan Persyarikatan Muhammadiyah. Dan kini
Muhammadiyah telah ada diseluruh pelosok tanah air.
Disamping memberikan
pelajaran/pengetahuannya kepada kaum adam, K.H Ahmad Dahlan juga memberi
pelajaran kepada kaum Hawa, ibuibu muda dalam forum pengajian yang disebut “Sidratul
Muntaha“. Pada siang hari pelajaran untuk anak-anak laki-laki dan
perempuan. Pada malam hari untuk anak-anak yang telah dewasa.
Tidak banyak atau bahkan mungkin
nyaris tidak ada organisasi di Indonesia yang sepantaran Muhammadiyah yang
masih eksis sampai sekarang. Alih-alih meredup, pancaran sinar pencerahan yang
diberikan oleh Muhammadiyah kekinian justru
Pada babak pertama ini, Muhammadiyah
berhasil membawa Islam yang awalnya hanya bersifat ethno religious, menjadi
etika publik atau nilai-nilai sipil. Atau bergerak dari sentiment eksklusif
menuju etika sosial yang luas – inklusif, seperti moderat, egaliter, inklusif,
dan seterusnya yang kemudian menjadi landasan Negara modern berbasis
kewarganegaraan.
“Muhammadiyah membangun basis ker
warga an Muslim Urban yang civic, terpelajar, mandiri, dan berkemajuan,
memberikan jaminan kesehatan, pendidikan modern, kemandirian ekonomi, dan
politik yang elegan yang adiluhung”. Ucapnya.
Laku hidup masyarakat yang dibentuk –
terbentuk oleh pandangan keagamaan Muhammadiyah tersebut, imbuhnya, secara
sosiologis sebetulnya manifestasi dari kelas menengah yang mandiri, moderat,
dan inklusif. Muhammadiyah berhasil membangun proses moderasi beragama,
berbudaya, berekonomi dan politik.
Babak kedua, memasuki millennium
pertama Muhammadiyah bergerak melakukan nasionalisme religius. Antara babak
pertama dan kedua memiliki keterkaitan, di mana pada pertama sebagai pondasi
dan babak kedua mulai memetik hasil dari tatanan yang dibangun tadi.
Lanjutan dari babak pertama, di babak
kedua ini di mana sekolah-sekolah Islam modern yang didirikan Muhammadiyah
melahirkan tokoh-tokoh yang nasionalis religius. Tokoh-tokoh nasional ini
kemudian turut serta menjadi bagian yang merumuskan Pancasila. Menurut Prof.
Ruhaini, peran ini yang menyelamatkan Indonesia dari pertentangan antara agama
dan sekularisme yang destruktif.
“Ini menjadi kontribusi yang
menjadikan fondasi bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang sampai saat ini
dapat melaksanakan satu tata kelola yang stabil dan aman,” sambungnya.
Babak selanjutnya, atau yang ketiga
ditandai dengan gerakan Muhammadiyah melintas zaman. Prof. Ruhaini menjelaskan
bahwa babak ini merupakan kelanjutan dan komitmen otentik Muhammadiyah terhadap
nasionalisme religius yang berkontribusi untuk terwujudnya Indonesia yang
demokratis.
Babak ketiga ini adalah Muhammadiyah
millennium kedua, internasionalisasi religious. Ulasan singkat babak ketiga
ini, dapat disimak pada artikel sebelumnya yang berjudul “Muhammadiyah Milenium
Kedua; Internasionalisasi Religius”.
Perkembangan organisasi Muhammadiyah terlihat dari pesatnya pertumbuhan cabang dan jumlah santri
baru di seluruh Tanah Air. Hal ini membuat Muhammadiyah menjadi organisasi masyarakat
yang paling merata penyebarannya di Indonesia. Tak hanya di provinsi tertentu,
tapi juga kabupaten, dari Sabang hingga Merauke.
Hal ini dapat kita lihat di kecamatan Wanareja
di bidang Pendidikan telah terlahir SD, SMP, dan SMK yang mewadahi ilmu
Pendidikan dan bertujuan untuk sembari memberikan wawasan tentang keislaman
dalam kemuhammadiyahan.
Penulis
: Afga Aditya Marsal (mahasiswa Prodi Manajemen
Universitas Muhammadiyah Purwokerto)