Indonesia merupakan negara toleran agama, yang dimana ada 6 agama resmi yang diakui di dalamnya. Sebagai masyarakat Indonesia, setiap orang tentu memiliki hak kebebasan untuk memilih dan mempercayai keagamaan mana yang hendak dipeluk. Agama juga merupakan salah satu komponen yang dicantumkan dalam identitas atau semacam Kartu Tanda Penduduk sebagai bukti diri yang diterbitkan oleh Kementerian Dalam Negeri yang berlaku di semua wilayah Indonesia.
Sebagai seorang yang beragama, tentu bukanlah
hal yang mudah untuk mempertahankan atau melakukan kebenaran yang diajarkan
oleh tiap agama masing-masing. Tak jarang ditemukan beberapa orang hanya
berstatus sebagai seorang yang beragama namun tidak paham apa-apa tentang
keagamaan yang dianut. Secara manusiawi, sangat normal jika kita tidak sempurna
menjalankan ajaran yang diberlakukan dalam agama karena tentunya manusia adalah
makhluk yang tidak luput dari kesalahan dan kesempurnaan hanyalah milik Tuhan
sang pencipta. Namun, di masa sekarang ini ada banyak sekali orang-orang yang
menggunakan agama hanya sebagai kebutuhan wajib identitas saja.
Seperti yang banyak terjadi di beberapa daerah,
salah satunya adalah di daerah Sumatera Utara tepatnya di Kabupaten Samosir.
Daerah yang kaya akan indahnya wisata alam tersebut, ternyata banyak sekali
ditemukan warga yang hanya menumpang identitas saja di KTP namun sebenarnya
masih menjadi penganut agama Parmalim. Hal seperti ini terjadi, karena
kebutuhan tertentu seperti hendak melangsungkan pernikahan. Agar pernikahan
tersebut dapat dianggap sah secara hukum, maka harus menggunakan identitas
agama yang diakui di Indonesia. Agama Parmalim sendiri merupakan agama para
leluhur suku batak yang masih menyembah berhala. Ugamo Malim, begitu sebutan
bagi para pengikut agama tersebut, diketahui diturunkan oleh Raja
Sisingamangaraja ke XII. Untuk pusatnya sendiri, berada di daerah Huta Tinggi
desa Pardomuan Nauli, Kecamatan Laguboti,Kabupaten Samosir yang dipimpin oleh
Raja Marnokkok Naipospos (cucu raja Mulia Naipospos). Meskipun pusatnya di Huta
Tinggi, namun di berbagai daerah di Samosir masih sangat banyak warga yang juga
menjadi pengikut agama ini. Hingga saat ini, masih sangat banyak yang
percaya dan menganut Ugamo Malim ini. Semakin bertambahnya zaman, Ugamo Malim
yang beribadah pada hari sabtu itu juga kian bertambah banyak
pengikutnya.
Biasanya, mereka yang menjadi bagian dari Ugamo
Malim ini menggunakan agama lain seperti agama Kristen di kebutuhan identitas
mereka karena merupakan agama yang sah dan diakui oleh Indonesia
sendiri. Parmalim adalah Agama yang tidak perlu diusik keberadaannya,
selagi mereka melakukan ibadah dan kepercayaan yang dianut tanpa mengganggu dan
merugikan orang lain. Bahkan seperti diketahui, Parmalim di Huta Tinggi
berjarak dekat dengan sebuah rumah ibadah umat muslim. Parmalim yang
bertetangga dengan Masjid tersebut hidup rukun dan tidak pernah ada cekcok
diantara mereka mengenai kepercayaan agama yang dimiliki masing-masing umat.
Meskipun terlihat bahwa Parmalim seperti menumpang identitas agar diakui secara
hukum di Indonesia, namun mereka tetap menjalankan ibadah sesuai dengan ajaran
yang berlaku di dalamnya.
Berbeda dengan sebagian orang. Khususnya di
Samosir, masih sangat banyak ditemukan mereka yang menganut agama Kristen,
namun hanya pengikut yang tidak menjalankan ibadah saja. Dalam menjalankan
hidup sebagai seorang Kristen, tentu harus sesuai dengan ajaran yang ada dalam
Kitab Suci Alkitab. Sebagai contoh kecil, dalam Alkitab diberitahukan bahwa
setiap mereka yang beragama Kristen haruslah melakukan ibadah pada hari Minggu,
(Keluaran 20:8 "Ingat dan
Kuduskanlah hari Sabat"). Dalam ayat tersebut disebutkan, bahwa pada
hari Sabat (Minggu) haruslah membuat hari itu menjadi hari yang Kudus, dimana
setiap umat Kristen mengesampingkan hal duniawi dan mengutamakan kebutuhan
rohani. Namun, ketika hari Sabat sudah tiba, banyak umat Kristen yang masih
mementingkan hal duniawi (memilih bekerja), dibandingkan melangkahkan kaki ke
dalam Gereja. Padahal sudah jelas Alkitab memberitahu bahwa Tuhan sudah memberi
6 hari waktu untuk bekerja dan hanya meminta satu hari saja agar beribadah
bersama para jemaat di Gereja.
Sama seperti Tuhan menciptakan bumi dan segala
isinya, Ia mengerjakan segalanya dalam kurun waktu 6 hari dan pada hari ketujuh
Ia beristirahat. Hal kecil seperti menyempatkan waktu beberapa jam saja masih
menjadi hal yang sulit dilakukan sebagian umat Kristen. Banyak yang masih
menganggap bahwa beribadah itu tidak selamanya harus ke gereja dan ada juga
yang beranggapan dirinya tidak layak untuk melangkah ke Gereja. Selain kasus mereka yang jarang menduduki tempat ibadah,
banyak juga umat Kristen yang menduakan Tuhannya. Tidak jarang ditemui,
beberapa umat Kristen yang sering beribadah ke gereja pun masih banyak juga
yang menyembah berhala bahkan masih mempercayainya.
Parahnya lagi, mereka kadang menghubungkan
kegiatan adat dan melibatkan pengurus gereja dalam kegiatan tersebut, yang
dimana kegiatan adat tersebut biasanya juga disertai penyembahan-penyembahan
berhala. Mereka menganggap hal itu adalah hal yang wajar dan tidak masalah jika
menggabungkan kegiatan rohani dengan kegiatan adat. Dalam Alkitab sendiri telah
dikatakan, “jangan ada padamu allah lain
dihadapanKu (Keluaran 20:3)” , yang berarti kita tidak boleh menduakan
Tuhan sang pencipta karena ia sendiri pun tidak pernah menduakan kita.
Dalam Alkitab, lebih tepatnya ada 10 Hukum
Taurat yang Tuhan berikan sebagai panduan dasar manusia dalam menjalankan
kehidupan sebagai umat beragama, yaitu
1.
“Jangan ada padamu
Allah lain di hadapan-Ku” (Keluaran 20:3).
2.
“Jangan membuat bagimu
patung“ (Keluaran 20:4).
3.
“Jangan menyebut nama
Tuhan, Allahmu, dengan sembarangan” (Keluaran 20:7).
4.
“Ingatlah dan
kuduskanlah hari Sabat” (Keluaran 20:8).
5.
“Hormatilah ayahmu dan
ibumu” (Keluaran 20:12).
6.
“Jangan membunuh”
(Keluaran 20:13).
7.
“Jangan berzina”
(Keluaran 20:14).
8.
“Jangan mencuri”
(Keluaran 20:15).
9.
“Jangan mengucapkan
saksi dusta tentang sesamamu” (Keluaran 20:16).
10. “Jangan mengingini rumah sesamamu” (Keluaran 20:17).
Sepuluh
aturan tersebut merupakan dasar yang diperintahkan Tuhan agar umatNya
mencerminkan umat beragama. Perintah pertama sampai keempat merupakan aturan
yang mengatur hubungan antar manusia dengan Tuhan. Sedangkan, perintah ke
lima sampai sepuluh aturan merupakan aturan yang mengatur hubungan manusia
dengan sesama. Sebaiknya, sebagai umat Kristen haruslah menjalankan hidup
sesuai aturan yang diajarkan Alkitab. Memang bukanlah hal yang mudah, namun
sebaiknya jangan sampai kita menduakan Tuhan yang pencipta dan berusaha untuk
mengutamakan Tuhan. Sebaiknya, janganlah menjadi Kristen yang hanya sekedar
identitas saja namun Kristen yang sungguh-sungguh. Memang bukanlah hal yang
muda, namun ketika kita sudah berusaha, maka kita akan semakin sadar betapa
besar pengaruh Tuhan dalam setiap kehidupan kita. Hendaklah kita sesama umat
Kristen saling mengingatkan satu dengan yang lain agar menjadi Umat Kristen
yang berharga dan semakin bertumbuh Iman dalam Kristus.
Penulis : Evi Septini
Nainggolan (mahasiswa Prodi Sastra Inggris Universitas Muhammadiyah Purwokerto)