Ketika kita berbicara tentang
muhammadiyah dengan orang di sekitar wilayah saya mereka susah memahami bahwa
muhammadiyah mempunyai ratusan perguruan tinggi dan ribuan sekolah yang
didirikan dengan sumbangan dari orang orang biasa Mereka mengira Muhammadiyah
di sponsori oleh orang orang kaya
seperti Raja,pejabat tinggi atau konglomerat.
Untuk memahami
gambaran amal usaha ada dua hal harus dipahami. Pertama adalah tekanan
pada amal di Muhammadiyah. Amal adalah faktor yang paling krusial untuk
mengikat dan mempersatukan anggota Muhammadiyah. Pentingnya amal dapat
dicontohkan dengan sang pendiri, Ahmad Dahlan. Dia tidak mencoba menulis
buku yang menampung ajaran Muhammadiyah, tetapi mewariskan hasil nyata dan
contoh teladan dari perjuangannya.
Kedua adalah
struktur Muhammadiyah yang tidak bersifat sentralistis. Sejak berdirinya
Muhammadiyah, pusat tidak pernah membuat cabang-cabangnya di bawah. Arahnya
terbalik. Orang atau kelompok yang berminat pada kegiatan Muhammadiyah meminta
bergabung dengannya. Akibatnya, otonomi kegiatan maupun keuangan cabang sangat
tinggi dan voluntaritas (semangat volunterisme) sehingga cabang menjadi
kunci.
Dalam
sejarahnya, pola kekuasaan di dalam kerajaan tradisional dapat diterapkan pada
masa awal Muhammadiyah. Orang dan kelompok yang dipengaruhi oleh reformisme
tertarik pada kegiatan Muhammadiyah dan meminta bergabung dengannya. Jika
menunjukkan semangat mengikuti cita-cita Muhammdiyah, mereka diperbolehkan
menjadi cabang atau grup.
Setelah
bergabung, cabang mengusahakan mengikuti dan menjalankan program amal yang
dicontohkan oleh pusat tanpa dukungan dari pusat. Dalam sistem ini,
kesukarelaan cabang dan daya tarik pusat merupakan kunci mempersatukan dan
menghidupkan organisasi.
Setelah
merdeka, Muhammadiyah menerapkan struktur administrasi pemerintah serta
berdirilah pimpinan pusat dan struktur di bawahnya hingga pimpinan
cabang. Walaupun struktur formal menjadi hierarkis, dinamika antara pusat
dan cabang tetap berlaku. Agar sistem ini berjalan terus, pusat harus memenuhi
peran sebagai sumber teladan yang memberi inspirasi pada cabang. Tanpa adanya
daya tarik semacam ini, program pusat tidak dapat diterima. Sekali lagi, di
sini kita harus mempertimbangan pentingnya amal.
Contoh
teladan yang dapat diikuti oleh cabang adalah amal yang nyata. Dengan pola
seperti itulah Muhammadiyah mempunyai banyak amal usaha. Dengan pengertian
ini, kita baru dapat mengevaluasi stagnasi atau krisis Muhammadiyah yang
dibicarakan sejak tahun 1990-an. Salah satu faktor yang membawa stagnasi
Muhammadiyah adalah pengabaian pusat untuk menjalankan peran utamanya, yaitu
bahwa pusat tidak begitu aktif dan produktif untuk memberikan teladan baru yang
dapat menarik cabang. Pengabaian itu berhubungan dengan pentingnya peran pusat
sebagai koordinator urusan organisasi.
Semakin besar organisasi, semakin banyak urusan intern yang harus dikelola
serta semakin kurang semangat dan energi untuk mencari pola amal yang inovatif
dan progresif. Majelis-majelis dan badan-badan di tingkat pusat pun menghadapi
situasi yang sama. Untuk melakukan kegiatan rutin memerlukan energi banyak
sehingga contoh amal baru susah dikeluarkan.
Awal
2000-an, muncul arus baru di tingkat pusat Muhammadiyah. Untuk memecahkan
stagnasi, generasi muda melontarkan pandangan baru dalam menafsirkan
ajaran-ajaran Islam. Walaupun membawa angin segar, percobaan itu tidak
memproduksi hasil yang substansial, malah mengakibatkan konflik
intern. Salah satu penyebabnya adalah percobaan itu dilontarkan dan
didiskusikan di tingkat ide-ide daripada di tingkat amal. Karena percobaan itu
tidak didampingi dengan hasil nyata dan tidak berhubungan langsung dengan amal,
ide-ide itu susah diterima, malah dianggap sebagai upaya untuk memecahkan
organisasi.
Muhammadiyah
sedang menghadapi abad kedua. Eksistensi dan perkembangan Muhammadiyah selama
seratus tahun lampau menunjukkan bahwa organisasi ini mempunyai kekuatan yang
luar biasa. Akan tetapi, posisi Muhammadiyah sebagai organisasi terkemuka,
popular, dan progresif susah bertahan tanpa adanya upaya revitalisasi
pergerakan.
Jika
mengingat berbagai uraian atas, upaya itu harus segera dimulai dengan
mengembalikan peranan utama kepada pusat. Jika pusat berkonsentrasi dengan
memberi contoh amal yang inovatif dan progresif, itu dapat menarik hati
anggota-anggota biasa dan memperkuat semangat untuk mengamalkannya. Amal baru
apa yang dapat di anjurkan? Sebagai peninjau Muhammadiyah, peran saya terbatas
pada analisis. Peran untuk mencari model baru dan cara melakukannya berada pada
tangan warga Muhammadiyah.
Penulis : Danang Aryanto (mahasiswa Prodi
Manajemen Universitas Muhammadiyah Purwokerto)