Muhammadiyah adalah salah satu organisasi Islam reformis Indonesia.
Gerakan Muhammadiyah yang didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan sebenarnya merupakan
salah satu kegiatan jangka panjang
gerakan pembaruan Islam di Indonesia. Muhammadiyah memiliki pengaruh
yang sangat tinggi dalam sistem pendidikan nasional, dimana gerakan pendidikan Muhammadiyah memiliki landasan
filosofis yang sesuai dengan prinsip-prinsip pendidikan Indonesia, seperti:
keselarasan dengan realitas masyarakat dan budaya, dan sosial, ekonomi. dan
sistem politik. Gerakan pendidikan
Muhammadiyah terbuka untuk semua pengalaman
baik (kebijaksanaan) dan bersifat universal dengan standar keilmuan
terkini. Terakhir, Muhammadiyah memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan masyarakat di
Indonesia.
Muhammadiyah dalam Gerakan dakwah mencakup dua aspek penting, yaitu
aspek purifikasi dan tajdid. Aspek Purifikasi (pemurnian) didalam Muhammadiyah
berawal dari adanya katakutan dengan banyaknya penyimpangan dalam hal ibadah
yang dilakukan oleh masyarakat. Muhammadiyah sebagai Gerakan Dakwah memiliki
aspek lain yang berupa Tajdid (pembaharuan). Tajdid Muhamamadiyah berusaha
mendinamisasikan ajaran Islam karena tafsir atau ajaran pokok ajaran Islam
terdahulu telah berubah mengikuti tuntutan dan perkembangan zaman. Muhammadiyah melakukan
tajdid, yang bertujuan untuk menghidupkan kembali ajaran Al-Quran dan As-Sunnah
dalam kehidupan umat Islam sehari-hari.
Selain dua aspek tersebut, Muhammadiyah berdakwah dalam beberapa
aspek lain, yaitu terdiri dari aspek sosial, ekonomi, politik, dan kesehatan.
Berbagai usaha filantropi Muhammadiyah yang dibangun di tengah-tengah
masyarakat Muhammadiyah, mengurusi berbagai bidang ekonomi, sosial, politik,
kesehatan, dan pendidikan. Dengan berbagai cara, Muhammadiyah membangun
berbagai proyek amal, seperti lembaga pendidikan, Muhammadiyah mendirikan taman
kanak-kanak dan universitas, serta mendirikan beberapa rumah sakit dan panti
asuhan. Semua amal usaha dilakukan dengan satu maksud dan tujuan, yaitu
menggunakannya sebagai sarana dan instrumen dakwah Islam sebagaimana diajarkan
dalam Al-Quran dan As-Sunnah Shahihah.
Umat Islam Purwokerto pertama kali dikenalkan dengan Muhammadiyah
ketika K.H. Ahmad Dahlan membuat pernyataan yang sangat baik di Masjid Raya
Baitussalam pada tahun 1920. K.H. Saat itu Ahmad Dahlan disambut hangat di
Purwokerto antara lain : R. Mochamad Dirjo, K.H. Mansur, K.H. Halimi,
Hasanmiharjo, K. Ma'ruf, Mochamad Sayidi, Z. Yastrawirya, Yasmirja, H.
Abdurochim, K.Muheni, Jarnuji, Sanuji, Tarikat, Ny. Hasanmihardjo, Ibu H.
Abdullah. Muslim dari sekitar Purwokerto berpartisipasi dalam presentasi ini.
Inti kajian yang dilakukan K.H. Ahmad Dahlani, dapat dijelaskan sebagai
berikut: Iman seorang muslim harus bersih dari takhyul dan sembunyi-sembunyi.
Tuhan harus disembah dengan tulus, murni berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah,
dan bebas dari bid'ah. Umat Islam harus banyak beramal sebagai pelaksana
perintah Allah dan mengikuti jejak Nabi Muhammad demi kesejahteraan umat.
Hendaknya setiap muslim rajin dan rajin mempelajari Al-Qur'an dan al-Hadits
serta ilmu-ilmu lain yang bermanfaat untuk mencapai kebahagiaan dunia dan
akhirat. Untuk mencapai hal tersebut dan sesuai dengan perintah Allah dalam
Al-Qur'an Ali Imran ayat 10 , umat Islam harus memiliki organisasi yang
terorganisir.
Perkembangan awal Muhammadiyah di Kabupaten Banyumas yang berpusat
di Purwokerto pada umumnya ditempuh melalui usaha kderisasi. Tampaknya para
tokoh pimpinan Muhammadiyah Purwokerto atau Kabupaten Banyumas pada periode
awal memiliki jangkauan wawasan yang jauh kedepan. Mereka sudah memikirkan
tentang kelangsungan persyarikatan di masa yang akan datang. Untuk
mempersiapkan calon-calon pemimpin masa depan, disadari perlunya pembinaan bagi
generasi muda. Salah satu usaha yang dilakukan oleh pimpinan Muhammadiyah
periode awal dalam rangka kaderisasi, ialah mengirimkan para pemuda
Muhammadiyah untuk belajar agama dan ilmu pengetahuan (Suwarno, 1997: 18).
Secara kronologis, pengiriman pemuda Muhammadiyah untuk ilmu pada
jenjang Pendidikan yang lebih tinggi yang dijelaskan dalam 3 periode, pada
periode pertama yaitu Putra dari Mochamad Sayid, Muhammad Irsyad ini dikirim
untuk belajar di Kweekschool Islam Yogyakarta. Kweekschool Islam Yogyakarta
adalah badan amal Muhammadiyah yang didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan, Muhammad
Ersyad adalah seorang pemuda yang cerdas. Sekolah mingguan dalam Islam. Selain
belajar Islam di Kweekschool, Muhammad Ersyad juga mengikuti kursus Bahasa
Inggris yang diselenggarakan oleh Bapak Mirza Wali Ahmad Baiq, seorang
pendakwah aliran Ahmadiyah di Lahore.
Selang beberapa waktu, Muhammad Irsyad menguasai
bahasa Inggris, namun sebagian besar santri tidak paham bahwa Pak Mirza pelan
tapi pasti menamai ajaran Ahmadiyah. Aliran Ahmadiyah
mulai menyebar di kalangan santri karena mereka menggunakan bahasa Inggris
sebagai medianya. Muhammad Ersyad yang sebenarnya diutus oleh Muhammadiyah untuk
menuntut ilmu agar menjadi calon yang kredibel untuk jabatan pimpinan
Muhammadiyah di masa depan, malah terpikat dan bergabung dengan Ahmadiyah
(Suwarno dan Asep, 2013: 45).
Dalam periode yang kedua ini, seorang pemuda bernama H. Sa' dullah,
atas kesepakatan orang tuanya/ (H. Abu, Darda) dengan pimpinan Muhammadiyah
Purwokerto, maka dia dikirim ke yogyakarta untuk helajar di Kweekschool Islam.
Dia berhasil menyelesaikan pelajaraanya di Kweekschool Islam tahun 1931.
Setelah Hoofdbestuur (Pimpinan/ Pusat) Muhammadiyah mengetahui hal ini, dia
diangkat sebagai mubaligh hijrah Muhammadiyah, dan langsung diberangkatkan ke
Curup, Bengkulu, untuk menjadi guru dan mubaligh Muhammadiyah pusat di sana.
Di Bengkulu, dia banyak berkenalan dengan
tokoh-tokoh Muhammadiyah, antara lain Oey Tjing Hien (H. Abdul Karim), seorang
keturunan China yang masuk Islam dan membangkitkan diri pada Muhammadiyah pada
tahun 1934, H. Sa' dullah kembali ke Purwokerto dan kemudian aktif memberikan
pengajian serta menghidupkan kembali Hizbul Wathon (HW). Berkat ketekunan beliau, di Purwokerto berhasil didirikan sekolah
Wustho Mu'alimin. Pada zaman kemerdekaan, H.Sa'dullah ditarik menjadi guru
agama pada SGB I dan SGB II, lalu di SGA Negeri hingga pensiun pada tahun 1967
H. Sa' dullah wafat pada tahun 1989 (Suwarno, 1997:21).
Pada periode ketiga tahun 1933, H.I.S Muhammadiyah Purwokerto
berhasil meluluskan siswanya sebanyak 6 orang anak. Keenam anak itu ialah
Suwadi, Sahuri, Dahlan, Miskun, Tarmidi dan Suparno. Dari keenam anak, lima
orang dikirim ke Yogyakarta untuk belajar di Madrasah Wustho Mu'alimin
Muhammadiyah. Madrasah ini di pimpin oleh K.H. Basyir al-Hafidz. Ketika mereka
duduk di kelas II, madrasah pecah menjadi dua. Dibawah pimpinan BD. Nuryahman.
Nama madrasah ini diganti menjadi Pendidikan Islam Muhammadiyah. Namun
Pendidikan Islam Muhammadiyah tidak berumur panjang. Baru berusia tiga bulan,
sekolah tersebut dibubarkan karena tidak disetujui oleh Pengurus Besar
Muhammadiyah. Kebetulan kelima anak dari Purwokerto ikut belajar di sekolah
tersebut. Kemudian kelima anak itu pulang ke Purwokerto. Salah seorang diantara
mereka yaitu Suparno kemudian berangkat lagi ke Yogyakarta bersama Syatibi dan
Jarnuii untuk meneruskan sekolah di Madrasah Zu'ama Muhammadiyah. Pada tahun
1935, suparno pindah ke Madrasah Mu'alimin Muhammadiyah Tamansari 1968
Yogyakarta dan tamat tahun 1963. Suparno kelak menjadi Ketua Pimpinan
Muhammadiyah Banyumas (PDM) Banyumas dalam tahun 1963 menggantikan posisi K.H.
Abu Dardari (Suwarno & Asep, 2013:48).
Begitulah perkembangan awal Muhammadiyah, dengan
cara kaderisasi, yang bertujuan supaya generasi selanjutnya bisa menjadi
penerus kepemimpinan selanjutnya, akan tetapi dengan kaderisasi ini memang
benar pada akhirnya Muhammadiyah di Kabupaten Banyumas semakin berkembang. Dengan adanya kaderisasi maka generasi muda bisa memimpin
Muhammadiyah di kemudian hari. Pemikiran yang jauh kedepan ini memang selalu
ada didalam diri pemimpin Muhammadiyah sampai saat ini. Walaupun ada salah satu
yang melenceng kepada tujuan utama sebagai penerus Muhammadiyah, akan tetapi
tidak sedikit mereka yang di kaderisasikan berhasil dan membanggakan bagi
Muhammadiyah di Banyumas.
Penulis : Tri
Larisma Damayanti (mahasiswa Prodi
Manajemen Universitas Muhammadiyah Purwokerto)