Pertama kali Cirebon mengenal
nama Muhammadiyah adalah
karena pada tahun
1922 telah terjadi
Kongres Islam yang bertempat di Cirebon. Dalam
Kongres Islam tersebut banyak organisasi Islam yang hadir diantaranya
adalah organisasi Muhammadiyah.
Kebetulan pada saat itu K.H.Ahmad Dahlan hadir
sebagai perwakilan dari organisasi Muhammadiyah. Berawal dari pertemuan tersebut,
K.H. Ahmad Dahlan mulai mengenalkan Kemuhammadiyahannya. Akan tetapi setelah beberapa lamanya, nama
Muhammadiyah mulai hilang dan tidak dikenal
lagi sampai tahun 1934. Kemudian
Muhammadiyah muncul kembali dan diperkenalkan oleh tokoh
Muhammadiyah lain selain K.H. Ahmad Dahlan
yaitu Kyai Toyib pada tahun 1935.
Perkenalan
ini muncul setelah Kyai Toyib
membentuk organisasi di daerah Kuningan pada tahun 1927. Kyai Toyib dikenal sebagai tokoh Muhammadiyah
Kuningan yang berasal dari Pekalongan Jawa
Tengah. Ia juga merupakan seorang tokoh dari anggota Muhammadiyah yang sengaja datang untuk menyebarkan ajaran Muhammadiyah. Menurut
bapak Sidik Sadali yang
merupakan tokoh Muhammadiyah Cirebon dan selaku saksi sejarah dalam perkembangan Muhammadiyah, mengatakan bahwa dalam perkenalan Muhammadiyah yang dibawa oleh
Kyai Toyib adalah pengajaran dengan
cara berda’wah secara perlahan dan bertahap yaitu salah satunya dengan memberikan pendidikan berupa pengajian
tentang ke Islaman
dan ke muhammadiyahan. Tempat pengajaran Kyai Toyib dilaksanakan dengan
cara berpindah - pindah tempat
karena takut diketahui
oleh Belanda. Karena pada saat
itu Cirebon masih dalam pengawasan Belanda.
Dalam hal
ini, Belanda takut akan adanya organisasi Islam besar yang tumbuh dan berkembang sehingga dapat tersaingi. Kemudian muncullah beberapa tokoh Muhammadiyah lainnya
seperti Djamal Dasoeki, H. Soemardi, H.Yusuf,
Bazar Ma’ruf, H. Hoed dan Arhatha. Mereka adalah para pedagang batik dari Yogyakarta yang datang ke
Cirebon dengan sengaja ingin membantu Kyai Toyib dalam menyebarkan kemuhammadiyahan. Para tokoh tersebut membantunya sambil berdagang kain batik.
Walaupun dalam kejaran Belanda, para tokoh Muhammadiyah tidak mudah menyerah
menyebarkan KeIslaman Muhammadiyah. Mereka tetap berjuang demi tercapainya tujuan yaitu membebaskan Umat Islam dari kebodohan akibat jajahan Belanda.
Dalam perjuangan menyebarkan Kemuhammadiyahan
nya, para tokoh Muhammadiyah mengajak masyarakat Cirebon untuk mengikuti
kegiatan pengajian tersebut
dengan cara berdagang. Mereka berdagang kain batik sambil menawarkan kegiatan
pengajian tersebut. Dalam kegiatannya diselipkan ajaran-ajaran keIslaman
Muhammadiyah. Sedikit demi sedikit anggota pengajian itu semakin bertambah banyak. Dengan bertambah banyaknya anggota tersebut
menyebabkan diketahuinya
keberadaan Muhammadiyah oleh Belanda. Untuk menghindari hal itu, perkumpulan Muhammadiyah mengalami 12 kali perpindahan tempat,
Mulai dari Gang Syekh Magelung,
Jalan Pekarungan (sekarang
Jalan Bahagia) dan yang sekarang
berada di Jalan Tuvaref no 70 Cirebon.
Untuk pertama kalinya,
Muhammadiyah mengadakan pertemuan bertempat di Jalan Syekh Magelung Kecamatan
Kejaksan Cirebon yaitu di rumah Raden Soeyat.
Untuk kedua kalinya, pertemuan
Muhammadiyah pindah ke Jalan Pekarungan di rumah Baba Swantin yang
merupakan orang Cina dan bekerja sebagai penyewa
mobil gelap atau penyewaan taksi. Untuk ketiga kalinya, pertemuan Muhammadiyah pindah ke Jalan Resimen Mahawarman sebelah Bumi Putra lampu merah Kejaksan yang dulunya adalah kantor Radio Republik Indonesia
(RRI) dan sekarang menjadi kantor kodim Cirebon.
Untuk
keempat kalinya, Muhammadiyah pidah ke depan rumah Bapak Wali Kota Cirebon yaitu Bapak Dasoeki yang dulunya adalah mantan
Bupati Majalengka. Kemudian untuk kelima kalinya, pertemuan Muhammadiyah pindah ke sebelah utara Balai Kota di Jalan
Siliwangi. Untuk keenam kalinya, pertemuan Muhammadiyah pindah ke gudang santoso di Jalan Stasiun
Kereta Api Cirebon.
Untuk
ketujuh kalinya, pertemuan
Muhammadiyah pindah ke sebelah
selatan Masjid at-Taqwa Kemudian untuk kedelapan kalinya, pertemuan Muhammadiyah pindah kepabrik
tenun yang ada di Jalan Parujakan. Untuk kesembilan kalinya,
pertemuan Muhammadiyah pindah ke rumah yang dulunya dipake hotel palapa sekarang menjadi hotel Zamrud di Jalan Stasiun.
Untuk kesepuluh
kalinya, pertemuan Muhammadiyah pindah ke penginapan rumah suka mampir di Jalan
Siliwangi yang sekarang menjadi SD 3 Muhammadiyah
Cirebon. Bermula dari situlah Muhammadiyah membuat Baitul Mal yang kemudian
didirikan pendidikan pertama
Muhammadiyah Cirebon bernama SMI (Sekolah Menengah Islam) dengan jumlah murid 200 orang
yang dilengkapi dengan
fasilitas bangku dan meja.
Untuk kesebelas
kalinya, pertemuan Muhammadiyah pindah ke Jalan
Pekarungan yang sekarang menjadi Jalan Syarief Abdurrahman. Dan dari
Jalan Pekarungan ini juga dijadikan
lembaga pendidikan yang merupakan lanjutan kelas dari SMI. Dan sekarang
menjadi SMP 1 Muhammadiyah Cirebon. Untuk kedua belas kalinya hingga sekarang, pertemuan Muhammadiyah pindah ke Jalan Tuparev No 70 yang
sekarang berdampingan dengan SMA Muhammadiyah Cirebon
dan berdekatan juga dengan Universitas Muhammadiyah Cirebon serta SMP 2
Muhammadiyah Cirebon.
Penulis : Muhammad
Fajar Fadhlurrahman (mahasiswa
Prodi Manajemen Universtas Muhammadiyah Purwokerto)